8182 x Dilihat
WAMENHUB: JANGAN ADA LAGI KEKERASAN DI LINGKUNGAN DIKLAT PERHUBUNGAN
(Makassar, 12/2/2010) Indonesia saat ini dan di masa mendatang membutuhkan SDM pelayaran dan penerbangan profesional yang dapat diandalkan dalam jumlah yang cukup besar. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan tingginya tingkat penyerapan lulusan dari setiap lembaga pendidikan di kedua sektor tersebut. Terkait hal itu, lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan yang berada di bawah naungan Kementerian Perhubungan diminta untuk berkonsentrasi penuh mencetak tenaga perhubungan yang kompeten sesuai kebutuhan tanpa harus terkontamintasi lagi oleh budaya aksi kekerasan.
”Tingkat penyerapan lulusan lembaga diklat pelaut dan penerbangan mencapai 100 persen. Kebutuhan akan tenaga pelaut dan penerbangan saat ini masih sangat besar. Negara membutuhkan SDM perhubungan yang berkualitas dan baik, karena itu saya minta jangan ada lagi yang aneh-aneh di sini,” ungkap Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono, di sela inspeksi mendadak di dua sekolah milik Kementerian Perhubungan, Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar serta Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Makassar, Jumat (12/2) malam, WITA.
Pernyataan tegas tersebut diungkapkan Wamenhub tidak hanya kepada pengelola sekolah yang dikunjunginya, tetapi juga kepada seluruh taruna dan taruni yang tengah menuntut ilmu di kedua lembaga pendidikan khusus tersebut. Upaya penghapusan budaya kekerasan di lingkungan lembaga pendidikan dan pelatihan perhubungan, tegasnya pula, merupakan komitmen kuat dirinya dan Menhub Freddy Numberi.
”Pak Menteri dan saya tidak akan mentolerir kekerasan. Kalau ada, yang terlibat tidak hanya akan dipecat dari sekolah, tetapi akan langsung kita pidanakan. Jadi, berusahalah untuk lulus dengan baik. Tugas taruna di sini hanya belajar, bukan untuk bikin yang aneh-aneh,” imbuh Wamenhub.
Menurut Wamenhub, budaya aksi kekerasan akan membuat para taruna kehilangan konsentrasi dalam menyerap materi pendidikan yang diajarkan, sehingga tak lagi mampu menjawab kebutuhan dunia kerja sesuai kompetensi yang dimiliki. Kehadirannya di kedua sekolah tersebut secara mendadak adalah memastikan bahwa pelaksanaan pendidikan dan pelatihan benar-benar dijalankan dengan baik, serta memastikan bahwa tak ada lagi aksi kekerasan di kalangan siswa seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
Wamenhub sempat menyinggung perihal tayangan aksi kekerasan di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda, Jakarta, yang baru-baru ini gencar diberitakan baik oleh media televisi. Dia tidak menyangkal bahwa sidak yang dilakukannya juga terkait dengan penayangan tersebut. ”Yang ada di berita-berita itu kejadian-kejadian yang sudah sangat lama, tidak ada yang baru. Karena itu, di sini saya ingin memastikan bahwa aksi itu benar-benar sudah tidak ada lagi sekarang,” jelasnya.
Dalam kunjungannya, Wamenhub sempat mewawancarai sejumlah taruna baik di ATKP maupun PIP Makassar untuk mendapatkan pengakuan jujur seputar pola pendidikan dan interaksi kehidupan sosial di lingkungan asrama. Termasuk juga perihal pola hubungan siswa senior kepada siswa junior. Tidak hanya itu, Wamenhub juga menyempatkan diri untuk berkeliling asrama, antara lain memantau kondisi ruang tidur, ruang makan, kamar mandi dan toilet para taruna.
”Ada taruna tingkat empat ATKP Makassar yang mengaku, saat masih junior dulu dia dan rekan-rekan seangkatannya sempat mendapatkan pukulan dari seniornya. Tetapi dia tidak dendam, bahkan malah bersama-sama menginisiasi pembentukan Dewan Musyarah Taruna untuk mengantisipasi kekerasan di sekolahnya. Mereka tidak mau apa yang mereka rasakan dulu, tidak berlanjut ke generasi setelahnya. Ini sangat bagus,” tutur Wamenhub.
Kementerian Perhubungan sendiri, lanjut Wamenhub, terus mengupayakan penghilangan aksi kekerasan dengan meningkatan kualitas pendidikan. Antara lain dengan mengubah pola sistem pendidikan dengan penyempurnaan kurikulum, serta meningkatkan kualitas tenaga-tenaga pengajar. ”Dengan memakasimalisasikan anggaran yang ada, fasilitasnya juga kita tingkatkan agar tidak ketinggalan dan sesuaikan dengan standar, serta agar mampu memproduksi lulusan berkualitas dengan jumlah yang lebih besar,” pungkasnya. (DIP)