Biro Komunikasi dan Informasi Publik - Senin, 19 November 2012

11382 x Dilihat

TRANS SARBAGITA, MENGHIDUPKAN TRANSPORTASI PUBLIK YANG ‘MATI SURI’

Keselamatan dan keamanan adalah dua komponen mutlak yang tak boleh diingkari dalam pelaksanaan transportasi, baik umum maupun pribadi. Komponen lainnya yang tak kalah penting adalah kenyamanan, yang menjadi ‘racun’ agar masyarakat mau menggunakan transportasi umum. Namun sayangnya,  masih banyak yang kurang memberikan perhatian lebih alias mengabaikannya begitu saja, demi mendapatkan keuntungan belaka.

 
Gambaran di atas memberikan ilustrasi terhadap kondisi transportasi umum di Pulau Dewata, Bali. Sejak puluhan tahun silam, angkutan umum menjadi ‘mati suri’ lantaran kurangnya perhatian terhadap kenyamanan yang seharusnya diperoleh masyarakat penggunanya. 
 
Bayangkan saja, berdasarkan data yang diperoleh, pada masa yang lalu hingga kini transportasi umum kerap membuat pengguna jasanya tak nyaman. Jadwal kedatangan dan tiba angkutan yang tidak terjadwal bahkan kerap semaunya, tidak terintegrasi,  pengemudi yang mengetem untuk mencari penumpang semaunya, kendaraan yang sudah berumur tua dan kurang perawatan, serta tarif yang cenderung mahal yakni antara Rp5.000-Rp10.000/perjalanan.
 
Untuk itulah, di 2010 bersamaan dengan MP3EI untuk percepatan konektivitas, maka terjadilah kerja sama antara Kementrian Perhubungan dan Pemerintah Provinsi Bali untuk pengadaan bus Tran Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan) untuk diluncurkan sebagai moda transportasi yang menghubungkan seluruh Kabupaten dan Kota di Bali.
 
Berbagai rencana pun dirancang untuk mewujudkan transportasi yang tertata dan menarik perhatian masyarakat hingga akhirnya menjadi pilihan untuk bepergian ke luar rumah dan meninggalkan kendaran pribadinya.
 
Pertengahan 2011 adalah langkah awal peluncuran pelaksanaan moda Trans Sarbagita dengan membuka Koridor II dari 17 Koridor yang direncanakan. Pengelola Trans Sarbagita menyebutkan, didahulukannya Koridor II lantaran ketersediaan bus yang merupakan hibah dari Kementerian Perhubungan.
 
“Bus sebanyak 15 yang dihibahkan dari Kemenhub pada tahap awal merupakan bus dengan kapasitas besar sehingga dialokasikan untuk Koridor II untuk rute Batu Bulan-Nusa Dua, karena jalan lebih lebar. Selanjutnya kami luncurkan Korodior I setelah menerima hibah bus dengan ukuran lebih kecil,” ujar Kepala Pengelola Trans Sarbagita, Ida Bagus  Made Bagus Parsa saat ditemui di kantornya pekan lalu.
 
Parsa mengemukakan, untuk langkah awal ini pihaknya tidak muluk-muluk untuk memeroleh load factor hingga 100%, karena masih dalam tahap sosialisasi sambil terus didorong pengembangannya hingga dapat memenuhi kebutuhan transportasi umum di Bali.
 
Road map pengembangan Trans Sarbagita ditambahkan Parsa cukup panjang lantaran kondisi transportasi khususnya lalu lintas jalan yang belum terbiasa menggunakan angkutan umum. Pada 2011-2013 adalah tahun untuk pengenalan layanan, membangun citra, dan sosialisasi lanjutan serta evaluasi, 2014-2019 memantapkan dan mengembangkan layanan, dan 2019 seterusnya transportasi  public diharapkan menjadi pilihan melalui pengembangan layanan berkelanjutan.
 
Kendati masih banyak tahapan dan proses yang dilalui, namun pengelolaan Trans Sarbagita tidak stagnan. Di Agustus 2012 koridor I untuk rute GOR Ngurah Rai -GWK mulai dioperasikan menggunakan 10 bus sedang bantuan dari Kemenhub.
 
“Untuk mempermudah akses menuju halte-halte Trans Sarbagita, kami siapkan feeder berupa angkutan kota yang saat ini masih gratis hingga akhir Desember 2012 mendatang,” kata Parsa.
 
Perkembangan antusias dari masyarakat menurut Parsa cukup signifikan. Pada 2011 untuk Koridor II rata-rata mampu mengangkut 1.508 orang dan di semester pertama 2012 meningkat hingga menjadi rata-rata 1.909/hari.
 
Secara otomatis dengan penggunaan Trans Sarbagita, dari data yang diolah pihak Trans Sarbagita , terdapat pengurangan pergerakan kendaraan sebanyak 932/hari yang terdiri dari 652 sepeda motor dan 280 kendaraan roda empat yang secara tidak langsung juga mengurangi konsumsi Bahan Bakar Minyak di Bali hingga 2.023 liter/hari.
 
Diakui Parsa untuk membiasakan masyarakat Bali beralih menggunakan transprotasi umum memang tidak mudah, karena mereka terbiasa menggunakan kendaraan pribadi sehingga memudahkan untuk singgah di mana saja atau bagi yang memiliki mobilitas tinggi. Namun begitu, pihaknya optimis ke depan Trans Sarbagita menjadi pilihan utama dalam berkendaraan.
 
Ditemui di tempat terpisah, Kepala Dinas Perhubungan dan Informatika Propinsi Bali, Dewa Punia Asa mengungkapkan bahwa pada prinsipnya Bali serius untuk mengembangkan transportasi umum yang selama ini ‘hidup enggan mati tak mau’.
 
Punia menyebutkan, untuk saat ini pentarifan Trans Sarbagita masih disubsidi oleh Pemda setempat sehingga penumpang dikenakan tariff Rp3.500/penumpang umum dan Rp2.500/penumpang mahasiwa dan pelajar.
 
Pihaknya juga berharap Pemerintah Pusat masih terus membantu memberikan bus hingga Bali membuka lima Koridor dan selanjutnya akan diupayakan untuk pengadaan bus sendiri setelah antusias masyarakat Bali semakin tinggi.
 
Sembari mempersiapkan 1 7 koridor yang ditargetkan hingga 2016 mendatang bisa terealisasi dengan pembagian tiga trayek berbasis bandara, tiga trayek berbasis wisata, dan 11 trayek berbasis komutert, Punia juga berencana membuka rute ke bandara yang selama ini masih didominasi oleh taksi. Namun, masih dikaji agar idak berbenturan dengan kendaraan yang eksis selama ini.
 
Ruas jalan yang terbatas juga menjadi perhatian Pemprov Bali lantaran keterbatasan infrastruktur yang ada selama ini. “Ini masih menjadi PR (pekerjaan rumah, red) transportasi harus bisa bertingkat atau underpass untuk meminimalisir jumlah kecelakaan.
 
Saat ini dari total kapasitas load factor Trans Sarbagita menurut Punia baru terisi sekitar 30%. Perlahan namun pasti pihaknya optimis dari tahun ke tahun akan terus meningkat seiring dengan sosialisasi yang terus digaungkan.
 
“Pada awal peluncuran Koridor I, kami sempat gratiskan namun tetap saja tingkat keterisian belum banyak juga, mungkin karena budaya transportasi ‘mampi’ yang masih ada pada masyarakat kami,” ungkap Punia tersenyum.
 
Dari UPT menjadi BLU
 
Saat ini, pelaksanaan penyelenggaraan trayek Trans Sarbagita melalui Unit Pelaksana Tugas (UPT). Kepala UPT, Gunawan mengemukakan, pihaknya tengah melakukan kajian studi untuk membuat UPT ini menjadi Badan Layanan Umum (BLU) oleh Universitas Udayana sehingga dapat lebih luas dan leluasa dalam mengembangkan Trans Sarbagita menjadi lebih baik.
 
“Target kami secepatnya untuk dijadikan BLU, mungkin di 2013 sudah bisa terbentuk sehingga bisa lebih mandiri,” ujar Gunawan.
 
Gunawan juga mempersilahkan masyarakat yang akan memberikan kritik, saran membangun terhadapp pelayanan selama ini karena diakui masih banyak kekurangan di sana-sini dan perlu banyak peningkatan yang dilakukan.
 
Untuk operasional Trans Sarbagita, Gunawan menjelaskan pihaknya saat ini dibantu oleh dua operator di masing-masing Koridor yang dipilih melalui proses tender untuk mengelola dan merawat seluruhh bus yang digunakan.
 
“Dalam empat tahun ke depan kami optimis tingkat terisian bisa mencapai 60% dari target 100%,” imbuh Gunawan.
 
Dalam mempersiapkan Trans Sarbagita, menurut Gunawan pihaknya melakukan pelatihan selain perekrutan bagi pramudi dan pramujasanya agar mereka bisa memberikan pelayanan dan melaksanakan tugas sesuai ketentuan yang berlaku.
 
Pada koridor I, waktu tempuh menurut Gunawan selama satu jam dengan panjang perjalanan 27 km dan 24 halte. Sedangkan untuk koridor II lebih lama setengah jam lantaran jaraknya mencapai 37 km dengan 38 halte, dengan rata-rata jarak antarsatu koridor sejauh 1km dan hade way antarbus 15 menit.
 
Uniknya lagi, menurut Gunawan antara Koridor I dan II terdapat perbedaan yang mencolok. Pada hari kerja, Koridor I cenderung lebih padat penumpang sementara Koridor II sedang-sedang saja, namun kondisi berbalik saat tiba akhir pekan.
 
“Koridor I banyak diminati para mahasiswa, pelajar, dan pengajar sehingga sangat padat di hari kerja, namun akan sepi di akhir pekan lantaran mereka libur, sedangkan di Koridor II menjadi ramai penumpang lantaran rutenya melewati tempat wisata” kata Gunawan.
 
Antusias Masyarakat
 
Dari pantauan yang dilakukan Tim www.dephub.go.id di lapangan, antusias masyarakat terhadap Trans Sarbagita cukup baik. Mereka rata-rata memilih berganti moda lantaran lebih hemat baik dari segi waktu, BBM, hingga tenaga.
 
Lupi salah seorang mahasiswa yang kami temui di bus koridor I mengemukakan akan selalu menggunakan Trans Sarbagita walaupun baru sekali merasakannya.”Sekali naik, saya langsung jatuh cinta,” ujarnya.
 
Sehari-hari menurut Lupi dirinya harus mengeluarkan minimal Rp15.000/hari dengan mengendarai sepeda motor . Otomatis dengan Trans Sarbagita, dia hanya perlu mengeluarkan Rp5.000 saja dari koceknya/hari untuk perjalanan pergi pulang ke kampus.
 
Begitu juga yang dirasakan Sirup, seorang pekerja pantai yang merasakan keuntungan dengan menaiki Trans Sarbagita. Selain dirinya bisa menghemat Rp500/hari, dirinya juga jauh lebih cepat tiba di tempat tugasnya.
 
“Tapi saya berharap juga agar waktu tunggunya bisa lebih cepat dari sekarang sehingga tidak kelamaan berada di halte,” ujar Sirup.
 
Lantaran kondisi halte Trans Sarbagita yang minimalis, ticketing penumpang dilaksanakan di atas bus dengan pertimbangan untuk lebih memudahkan. Penumpang yang baru naik akan langsung dihampiri Pramujasa untuk dimintai biaya perjalanannya.
 
I Kadek Tomiarta, Pramujasa Koridor I mengemukakan dirinya merasa senang bisa membantu mengembangkan Trans Sarbagita dengan begitu maka ikut mendukung transportasi public menjadi pilihan masyarakat.
 
“Karena saya kebetulan di Koridor I, senang banyak mahasiswa yang naik, mereka cantik-cantik,” ujar Tomi berseloroh.
 
Sementara M. Umar salah seorang Pramudi mengatakan bahwa banyak tantangan menjadi petugas di Trans Sarbagita itu. Lantaran belum terbiasa berhenti di halte-halte yang ditentukan, tak jarang penumpang yang meminta turun di tempat-tempat sesuai kebutuhannya. Pelan-pelan dirinya ikut membantu menertibkan dengan memberikan alasan bahwa penumpang harus berhenti sesuai dengan ketentuan halte yang sudah ditetapkan.
 
“Tapi ada senangnya juga, karena gaji nya cukup dan kerjanya tidak terlalu lelah. Kami juga berharap ke depannya Trans Sarbagita bisa lebih baik lagi dan lebih banyak diminati masyarakat Bali,” kata Umar.
 
Gunawan menambahkan, untuk saat ini dimana kondisi penumpang masih belum terlalu banyak, pihaknya memberikan kelonggaran bagi pedagang dan pengguna sepeda yang akan naik bus Trans Sarbagita khusus untuk di Koridor II lantaran bus lebih besar.
 
“Namun begitu tetap begitu tetap dibatasi maksimal dua sepeda di akhir pekan dan empat sepeda di hari kerja, begitu juga dengan pedagang,” kata Gunawan.
 
Sembari mulai berjalan pelaksanaan angkutan Trans Sarbagita, UPT menurut Gunawan juga melakukan evaluasi baik dari sisi pelayanan maupun sarana dan prasarana agar ke depannya lebih baik lagi. Halte-halte yang sebagian tidak permanen juga akan dicarikan lokasi yang tepat untuk perhentian bus sehingga dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat lebih mudah.
 
Pada waktu-waktu tertentu, perjalanan Trans Sarbagita menurut  Punia, dibantu melalui pemantauan CCTV yang tersebar di 23 titik simpang. Pihaknya juga bisa melakukan intervensi waktu apabila terjadi kepadatan yang berlebihan.
 
“Kami memiliki Pusat Kendali ATCS Bali yang handal dan  mampu mengetahui kondisi di lapangan real time sehingga akan memudahkan apabila dibutuhkan prioritas bagi perjalanan-perjalanan tertentu,” ujar Punian. (TIM)
 
Jajak Pendapat

Kementerian Perhubungan RI

Bagaimana proses pelayanan pengaduan di Kementerian Perhubungan?

Memuaskan Kurang Memuaskan Tidak Memuaskan
  MENU