Biro Komunikasi dan Informasi Publik - Rabu, 06 April 2016

7873 x Dilihat

Tingkatkan Keselamatan dan Keamanan Angkutan Penyeberangan, Lima Peraturan Menteri Diterbitkan

JAKARTA – Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan lima peraturan baru dalam rangka meningkatkan keselamatan dan keamanan penyelenggaraan angkutan penyeberangan.

Kelima peraturan tersebut yaitu : Peraturan Menteri (PM) Nomor 25 Tahun 2016 tentang Daftar Penumpang dan Kendaraan Angkutan Penyeberangan, PM 27 Tahun 2016 tentang Pengaturan Dan Pengendalian Kendaraan Yang Menggunakan Jasa Angkutan Penyeberangan, PM 28 Tahun 2016 tentang Kewajiban Penumpang Angkutan Penyeberangan Memiliki Tiket, PM 29 Tahun 2016 tentang Sterilisasi Pelabuhan Penyeberangan, dan PM 30 Tahun 2016 tentang Kewajiban Pengikatan Kendaraan Pada Kapal Angkutan Penyeberangan.

“Salahsatu fokus kerja Menteri Perhubungan Ignasius Jonan adalah untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan transportasi. Dengan adanya lima Peraturan Menteri baru ini diharapkan keselamatan dan keamanan penyelenggaraan angkutan penyeberangan semakin meningkat,” jelas Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan J. A. Barata, Selasa (5/4).

Kelima peraturan tersebut mengatur secara jelas kewajiban empat pihak terkait yaitu : Operator Pelabuhan, Operator Kapal, Penumpang sebagai pengguna jasa, dan Pemerintah sebagai regulator, agar penyelenggaraan angkutan penyeberangan dapat berjalan selamat, aman, nyaman, tertib, dan lancar.

Seperti pada PM 25 tahun 2016 yang mengatur tentang Daftar Penumpang dan Kendaraan Angkutan Penyeberangan, yang menjadi kewajiban Operator/pengelola pelabuhan (Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Penyeberangan) adalah membuat formulir daftar manifes dengan format yang telah ditentukan.

Sementara, kewajiban operator kapalantara lain : membuat rekapitulasi daftar penumpang berdasarkan sobekan tiket dari penumpang pejalan kaki, dan formulir daftar penumpang yang diisi oleh pengemudi kendaraan (pribadi dan angkutan umum).

“Setelah penumpang naik ke kapal, operator kapal pun wajib menghitung kembali jumlah penumpang untuk menyesuaikannya dengan daftar penumpang yang ada,” tuturnya.

Selanjutnya, pelaksanaan rekapitulasi daftar manifes menjadi tanggung jawab nahkoda kapal, dan rekapitulasi itu yang digunakan sebagai dasar untuk mengajukan Surat Persetujuan Berlayar kepada Syahbandar.

Sementara kewajiban Penumpang antara lain yaitu: bagi penumpang jalan kaki, wajib menyerahkan tiket kepada petugas kapal. Sedangkan bagi penumpang dengan kendaraan, pengemudi wajib mengisi formulir daftar penumpang yang dibawa sebelum membeli tiket.

Sedangkan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan, berkewajiban menjalankan fungsi pengawasan dan memberikan sanksi apabila terjadi pelanggaran. Pengawasan dilakukan oleh Dirjen Perhubungan Darat melalui Kantor Otoritas Pelabuhan Penyeberangan (OPP) atau Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan.

“Melalui mekanisme seperti ini semakin memperjelas kewajiban masing-masing pihak terhadap data manifes penumpang dan kendaraan,” jelas Barata.

Sanksi Bertingkat

Kelima aturan tersebut wajib dijalankan oleh semua pihak terkait dan ada sanksi yang dikenakan jika terbukti melakukan pelanggaran aturan. Pelaksanaan aturan diawasi oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat melalui Kantor Otoritas Pelabuhan Penyeberangan (OPP) atau Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Penyeberangan.

“Sanksinya bertingkat, mulai dari pembekuan, sampai dengan pencabutan izin operasi bagi operator kapal yang melanggar, dan sanksi berupa penurunan tarif pas pelabuhan hingga 50% bagi operator pelabuhan yang tidak melaksanakan aturan. ” tegas Barata.

Selain PM 25 Tahun 2016, keempat aturan lainnya yaitu PM 27 tentang Pengaturan Dan Pengendalian Kendaraan Yang Menggunakan Jasa Angkutan Penyeberangan yang mewajibkan operator pelabuhan untuk menyediakan fasilitas portal dan jembatan timbang.

PM 28 tahun 2016 tentang Kewajiban Penumpang Angkutan Penyeberangan Memiliki Tiket. Aturan tersebut mewajibkan seluruh penumpang yang menggunakan angkutan penyeberangan memiliki tiket.

“Petugas operator kapal wajib menolak penumpang kapal yang tidak memiliki tiket,” terangnya.

Sementara, Peraturan Menteri nomor 29 Tahun 2016 mengatur tentang Sterilisasi pelabuhan penyeberangan yang dilakukan dengan cara melakukan zonasi pada area-area pelabuhan. Zonasi tersebut meliputi, Zona A untuk orang, Zona B untuk kendaraan, dan Zona C untuk fasilitas vital.

“Zona-zona tersebut memiliki tingkatan yang berbeda, seperti misalnya, pada Zona C, hanya petugas yang dapat memasuki area tersebut. Sistem zonasi tersebut diusulkan oleh operator pelabuhan penyeberangan setelah mendapatkan rekomendasi dari Otoritas Pelabuhan Penyeberangan,” ujarnya.

Sedangkan, Peraturan Menteri Nomor 30 Tahun 2016 tentang Kewajiban Pengikatan Kendaraan Pada Kapal Angkutan Penyeberangan, mengatur tata cara pengikatan kendaraan penumpang yang berada di dalam kapal penyeberangan.

Aturan tersebut mewajibkan operator kapal menyediakan pengikat kendaraan (lashing) dan klem roda kendaraan untuk digunakan mengikat kendaraan selama berlayar. Kendaraan yang wajib di pasang pengikat (lashing) adalah kendaraan yang berada paling depan (haluan), tengah (midship) dan paling belakang (buritan). Sementara pada kendaraan yang tidak diikat, wajib dilakukan klem pada roda kendaraan.

“Diatur pula untuk jarak antar mobil/kendaran yang diparkir di atas kapal, yaitu sekurang-kuranganya 60 cm antar sisi mobil, 30 cm antar muka dan belakang kendaraan, dan 60 cm untuk kendaraan yang bersebelahan dengan dinding kapal,” tuturnya.

Kelima peraturan tersebut merupakan implementasi dari fokus kerja Kemenhub untuk meningkatkan tata kelola regulasi transportasi yang berdampak pada pengkatan keselamatan dan keamanan, serta kualitas pelayanan jasa transportasi. (RDL/BU/SR/JAB)

Jajak Pendapat

Kementerian Perhubungan RI

Bagaimana proses pelayanan pengaduan di Kementerian Perhubungan?

Memuaskan Kurang Memuaskan Tidak Memuaskan
  MENU