9082 x Dilihat
PORT OPERATIONAL SERVICE STANDARD IS AUDITED IN EVERY SIX MONTHS
(Jakarta 2/3/2012) Dalam upaya meningkatkan kinerja layanan jasa kepelabuhanan di seluruh Indonesia, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan, menetapkan standar kinerja pelayanan operasional di 48 pelabuhan, dan akan mengaudit kegiatan layanannya setiap 6 bulan sekali.
Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan, Leon Muhamad, Standar Kinerja Pelayanan Operasional Pelabuhan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, sebagai upaya pemerintah agar terjadi peningkatan kinerja layanan di pelabuhan, sekaligus jawaban atas munculnya keluhan dari pengguna jasa di pelabuhan, mengenai layanan di sejumlah pelabuhan di seluruh Indonesia, baik mengenai layanan sandar kapal, kegiatan bongkar muat, jasa pemanduan, penggunaan dermaga, gudang dan lapangan penumpukan serta kesiapan operasi peralatan.
“Standar pelayanan operasional di masing-masing terminal/pelabuhan akan dievaluasi dalam jangka waktu paling sedikit satu kali dalam periode enam bulan,” ungkap Leon Muhamad, di Jakarta, Kamis (29/2).
Lebih jauh Leon menyatakan, standar layanan merupakan upaya menyamakan pandangan atas suatu kegiatan di pelabuhan dan penetapan batasan waktu layanan yang harus dilakukan operator pelabuhan. Dengan begitu, maka pengguna jasa kepelabuhanan bisa mengetahui standar layanan disuatu pelabuhan, sehingga bila tidak sesuai, pengguna jasa bisa mengkoordinasikan ke pada pihak-pihak terkait di pelabuhan.
Kinerja layanan operasi pelabuhan saat ini berlaku berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. UM 002/38/18/DJPL 2011 tentang Standar Kinerja Pelayanan Operasional Pelabuhan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, yang ditandatangani pada 5 Desember 2011. SK Dirjen Hubla yang diterbitkan tanggal 5 Desember 2011 itu, sekaligus menggantikan SK Ditjen Hubla No PP.72/2/20-99 tentang hal yang sama, yang ditandatangani pada 27 Oktober 1999.
“Dibandingkan dengan SK sebelumnya standar kinerja layanan operasi pelabuhan lebih ditingkatkan, dari itu diharapkan kegiatatan keluar masuk kapal maupun barang akan lebih baik lagi,” ungkap Leon Muhamad.
Lebih jauh dikatakan, standar kinerja layanan yang ditetapkan itu berbeda di masing-masing pelabuhan. Hal itu terkait dengan banyak faktor yang harus diperhatikan, misalnya tingkat kualitas layanan kapal, kesiapan operator pelabuhan menyiapkan sarana layanan di pelabuhan, ketersediaan tenaga kerja bongkar muat dan kondisi lingkungan pelabuhan.
Pada ketentuan tersebut ada 48 pelabuhan yang sudah ditetapkan standar kinerja pelayanan operasional pelabuhan. Dari seluruh pelabuhan itu terbagi dalam empat kategori yakni kategori A Kantor Otoritas Pelabuhan I Belawan, meliputi Pelabuhan Belawan, Lhokseumawe, Sibolga, Dumai, Pekanbaru/Perawang, Tanjung Pinang.
Kategori B meliputi Pelabuhan Tanjung Priok, Sunda Kelapa, Bengkulu (Pulau Baai),Palembang, Pangkal Balam, Tanjung Pandan, Panjang, Cirebon, Banten, Pontianak, Teluk Bayur, Jambi.
Kategori C yakni Kantor Otoritas Pelabuhan Wilayah III Tanjung Perak Surabaya meliputi, Pelabuhan Tanjung Perak, Tanjung Emas, Tanjung Intan (Cilacap), Banjarmasin, Gresik, Tanjung Wangi, Benoa, Tenau/Kupang, Kota Baru, Sampit.
Kategori D yaitu Kantor Otoritas Pelabuhan Wilayah IV Makassar mencakup Pelabuhan Pare-Pare, Balikpapan/Semayang, Samarinda, Tarakan, Nunukan, Bitung, Manado, Gorontalo, Pantoloan, Toli-Toli, Kendari, Ambon, Ternate, Jayapura, Biak, Merauke, Sorong, Manokwari dan Fak-Fak.
Dalam SK itu disebutkan indikator kerja pelayanan jasa kepelabuhanan meliputi waktu tunggu, waktu pelayanan pamanduan, waktu efektif, produktifitas kerja, receiving/delivery peti kemas, tingkat penggunaan dermaga, tingkat penggunaan gudang, tingkat penggunaan lapangan penumpukan dan kesiapan operasi peralatan.
Pihak pengawas diserahkan kepada operator pelabuhan dan melaporkan secara berkala pelaksanaan kegiatan pelayanan operasional pelabuhan kepada Direktur Jenderal. Pihak operator terminal/operator pelabuhan menyampaikan laporan kinerja pelayanan operasional pelabuhan setiap bulan kepada Otoritas Pelabuhan.
“Dari hasil audit itu akan terlihat jelas, mana-mana pelabuhan yang yang standar kinerja opeasionalnya baik, cukup, atau kurang baik. Dari situ, maka masing-masing pelabuhan yang sudah baik untuk mempertahankan dan bisa lebih baik lagi sedangkan yang kurang baik harus meningkatkan menjadi lebih baik lagi dalam soal pelayanan kepada pengguna jasanya,” ungkapnya.
Atas standar kinerja yang ditetapkan itu, Dirjen Hubla menginstruksikan Otoritas Pelabuhan dan Kantor Adminstrator Pelabuhan menyosialisasikannya agar pengguna mengetahuinya. (AB)