3034 x Dilihat
SETELAH PEMBERIAN CONVERTER KIT, PEMERINTAH AKAN LANJUTKAN MENGEMBANGKAN INFRASTRUKTURNYA
(Jakarta, 21/3/2012) Pemberian insentif berupa converter kit atau perangkat migrasi dari BBM ke gas, akan diikuti dengan pengembangan infrastruktur. Diantaranya pembangunan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG).
"Kita mulai dari Jakarta, dianjutkan ke daerah,"kata Menhub, EE Mangindaan di sela-sela acara penyerahkan bantuan 48 bus perintis kepada Perum Damri, bus sekolah, dan penghargaan kepada sejumlah perusahaan angkutan umum serta penyerahan sertifikat standar internasional ISO 9001:2008 kepada Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub, di Solo, Selasa (20/3).
Sementara Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, Suroyo Alimoeso dalam kesempatan yang sama menambahkan anggaran sebesar Rp.4,8 triliun itu diasumsikan sekitar 50 persen atau 325 ribu unit angkutan umum dari total 650 ribu yang akan melakukan migrasi.
Converter kit itu sendiri harganya per unit Rp.15 juta yang akan dipasang pada sekitar 325 ribu kendaraan angkutan umum atau 50 persen dari totalangkutan umum yang ada. "Kalau angkutan umumnya sekitar 650 ribu, kita anggap saja yang mau dipasang 50 persen,"kata Suroyo.
Dia mengakui, meskipun diberikan gratis, tidak semua pengussaha angkutan yang mau bermigrasi ke BBG.
"Perangkat itu diberikan gratis. Sekarang sedang diproses. Kami sudah beberapa kali melakukan pertemuan, dan ada sejumlah alternatif yang bisa diambil dalam menghadapi kenaikan BBM,"kata Suroyo.
Menurutnya, sambil menyelesaikan proses pemberian insentif, pihaknya melakukan koordinasi kepada pemerintah daerah, mulai dari kabupaten kota hingga provinsi untuk mendata jumlah angkutan umum yang akan diberikan insentif tersebut.
Dalam pemberian insentif itu, pemerintah menghadapi kendala, terutama bagi angkutan umum milik perorangan. Kalau diberikan melalui assosiasi atau koperasi yang menaungi angkutan umum itu, dikhawatirkan tidak sampai. Karena pengalaman sebelumnya, bantuan seperti itu juga bermasalah.
"Kalau angkutan umum yang berbadan hukum , gampang, kita tinggal datang melihat jumlah armada, lalu diberikan. Tapi yang perorangan, ini yang jadi masalah,"kata Suroyo.
Persiapan lain yang wajib dilakukan terkait pengalihan penggunaan premium ke BBG ialah, infrastruktur, berupa SPBBG. Kalau yang ada saat ini, masih sangat terbatas, sehingga perlu disiapkan.
Pemerintah juga khawatir, ketika perangkat tabung sudah dipasang gasnya tidak siap. "Jangan sampai, ketika sudah dilakukan pemasangan, infrastrukturnya belum siap,"jelas Suroyo.
Tanggung jawab pemerintah yang lain selain perbbaikan infrastruktur ialah, soal keringanan pembelian suku cadang kendaraan. Karena dalam beberapa kali pertemuan dengan pihak Organda, para pengusaha salah satunya mengusulkan penghapusan pajak untuk pembelian suku cadang.
"Bersama Organda, nanti kami akan mencarikan alternatif terbaik, dengan membuat skema. Misalnya angkutan umum seperti apa yang diberikan kemudahan, harus angkutan umum yang memiliki izin yang dijeluarkan pemerintah. Makanya kami koordinasi terus dengan Pemda,"kata Siuroyo.
Pengalihan premium ke BBG ini kata Suroyo harus sudah selesai dalam tahun ini. "Memang berat tapi harus kita jalankan,"jelasnya.
Lebih jauh dijelaskan, secara kelembagaan, Kementerian Perhubungan telah meminta kepada Organda untuk mendata kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan terkait kenaikan BBM. Sesuai undang-undang, pemerintah juga. mengingatkan Organda agar menertibkan anggotanya, misalnya menggunakan badan hukum bagi angkutan unmum dan jabgan lagi perorangan.
“Harus berbadan hukum, bisa persero tapi bisa jiga koperasi. Kalau koperasi harus benar-benar koperasi jangan koperasi odong-odong, yang kalau diberikan bantuan gak sampai ke anggotanya. Jangan sampai koperasi hanya pada stempel dan kop surat" jelas Suroyo.
Penggunaan koperasi sebagai bentuk badaan hukum itu biasanya untuk angkutan kota atau pedesaan dan bukan untukkaangkutan antar kota antar provinsi (AKAP). "Kalau AKAP, ini perusahaan jelas," ungkapnya. (RDH)