7580 x Dilihat
PRAMEKS DAPAT PSO, PENGLAJU BISA BERHEMAT
Pemerintah memberikan publik service obligation (PSO) tahun 2014 kepada PT Kereta Api Indonesia untuk mengangkut orang dengan kereta api kelas ekonomi sebesar Rp 1,224 triliun. PSO itu juga diberikan untuk KA Prameks dan KA Sriwedari.
Lebih dari 100 orang memberikan komentar dan like di wall akun facebook Komunitas Pramekes Joglo, dimana pada 3 April 2014 lalu di upload berita; pemerintah memberikan PSO untuk KA Prameks dan KA Sriwedari AC. Dua kereta ini beroperasi di Daop VI Jogjakarta yang melayani Solo Balapan – Jogjakarta – Kutoarjo.
Ungkapan syukur pun disampaikan oleh anggota group akun facebook Komunitas Pramekers Joglo. Betapa tidak, KA Sriwedari AC Solo Balapan – Jogjakarta maupun sebaliknya yang tadinya Rp 20.000, sejak diberikan PSO berubah menjadi Rp 10.000 dan untuk KA Prameks berubah dari Rp 10.000 menjadi Rp 6.000. Adapun untuk KA Prameks lintas Solo Balapan – Kutoarjo, dari Rp 20.000 turun menjadi Rp 12.000.
‘’Ini baru namanya kebijakan yang berpihak pada rakyat,’’ tulis Mas Totok. Salah seorang Pramekers dengan akun Muni Lestari juga berkomentar. ‘’Setelah PSO, giliran PT KAI kita dorong terus untuk memperbaiki saranyanya. Akun Sigit Ari Prabowo memberikan sentilan atas turunnya tarif setelah penumpang kereta Prameks diberikan PSO ; Tarif turun ... tapi armada sedikit, dan masih sering rusak dan batal ... hehe.
Perjuangan para penglaju kereta api Prameks untuk mendapatkan PSO memang tidak lah mudah. Secara aktif mereka melakukan dialog dengan Kadaop VI Jogjakarta, bahkan mengirimkan surat kepada Dirut PT Kereta Api Indonesia, Gubernur Jawa Tengah, Ketua Komisi V DPR-RI, Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan dan Menteri Perhubungan.
Pernah suatu hari, pengurus Komunitas Pramekrs Joglo bertemu dengan Dirut PT Kereta Api Ignasius Jonan dan mengusulkan agar kereta Prameks juga diberikan PSO. Jonan mengatakan tidak bersedia memberikan PSO. Sebagai gantinya ia berjanji akan memberikan layanan yang lebih baik. Tidak berapa lama dimunculkan kereta Sriwedari AC.
Namun perjuangannya untuk mendapatkan PSO itu tidak sia-sia. Dirjen Perkeretaapian Hermanto Widiatmoko dengan Dirut PT Kereta Api Ignasius Jonan pada 3 Maret 2014 menandatangani PSO Tahun 2014 untuk penumpang kereta api kelas ekonomi sebesar Rp 1,224 triliun.
PSO yang diberikan kepada PT Kereta Api Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 2011 jumlahnya sebesar Rp 535 miliar, tahun 2012 sebesar Rp 670 miliar dan tahun 2013 lalu menjadi Rp 704 miliar. Dan tahun 2014 ini sebesar Rp 1,224 triliun.
Perincian dana sebesar Rp 1,224 triliun tersebut dipergunakan untuk Kereta Api Ekonomi Jarak Jauh dengan 11 lintas pelayanan dan 22 frekuensi per hari dengan jumlah tempat duduk untuk 1 tahun sebanyak 2.895.550 tempat duduk. Untuk Kereta Ekonomi Jarak Sedang dengan 9 lintasan pelayanan dan 24 frekuensi per hari dengan jumlah tempat duduk selama 1 tahun sebanyak 4.044.150 tempat duduk.
Kereta Ekonomi Jarak Dekat atau lokal dengan 27 lintasan pelayanan dan 90 frekuensi per hari dengan jumlah tempat duduk 1 tahun sebanyak 22.463.450 tempat duduk. Selanjutnya Kereta Rel Diesel (KRD) Ekonomi dengan 10 lintas pelayanan dan 34 frekuensi per hari dengan jumlah tempat duduk sebanyak 4.620.520 selama 1 tahun.
Tidak ketinggalan subsidi untuk KA Ekonomi lebaran dengan 7 lintasan pelayanan dan 14 frekuensi per hari dengan 186.432 tempat duduk untuk 1 tahun. Dan untuk pertama kalinya, pemerintah ini juga mensubsidi kereta api di wilayah Daop VI Jogjakarta, yaitu untuk KA Prameks (Solobalapan – Kutoarjo) , KA Prameks (Solobalapan – Jogjakarta) KA Sriwedari AC (Jogjakarta – Solobalapan), KA Sriwedari Non AC (Solobalapan – Jogjakarta), KA Sriwedari Non AC (Solobalapan – Kutoarjo).
Pengeluaran Penglaju Berkurang
Ketua Komunitas Penglaju Kereta (KPKa) Noor Harsya kepada www.dephub.go.id di Angkringan Pendopo, Jogjakarta mengatakan sangat senang dengan adanya PSO untuk kereta Prameks. Karena itu berarti Ia dan teman-teman sesama penglaju bisa berhemat dan bisa menyisihkan sebagian uang yang selama ini digunakan untuk naik kereta untuk keperluan lainnya.
Sebelum ada PSO, Harsya setiap harinya harus mengeluarkan uang sebesar Rp 30.000. Itu hanya untuk naik kereta saja. Harsya yang tinggal di sekitar stasiun Lempuyangan Jogjakarta setiap pagi harus naik KA Sriwedari AC dengan tarif Rp 20.000 menuju Solo Balapan. Sepulang mengajar di PSKD ISI Surakarta, untuk kembali ke Jogjakarta, Harsya naik kereta Prameks dengan tarif Rp 10.000.
Kalau dalam satu bulan Harsya rata-rata mengajar selama 20 hari, maka untuk transportasi kereta, ia harus menganggarkan dana sebesar Rp 600.000. Itu belum termasuk biaya dari stasiun Solo Balapan ke kampusnya dan sebaliknya. Dengan adanya PSO, maka untuk satu hari perjalanan Harsya hanya mengeluarkan uang untuk naik kereta sebesar Rp 16.000 saja setiap harinya.
Eko Setyanto, salah seorang pendiri KPKa menjelaskan, pihak kereta api dari waktu ke waktu terus menaikkan tarif, namun pelayanannya tidak pernah di perbaiki.
Dosen Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) ini menceritakan, pada tahun 2008, PT KAI menaikkan tarif kereta Prameks jurusan Solo Balapan – Jogjakarta maupun sebaliknya, dari Rp 5.000 menjadi Rp 7.000. suatu kenaikan yang secara persentase cukup tinggi. Setelah dilakukan dialog dengan pihak Daop VI akhirnya disepakati menjadi Rp 6.000.
Tidak berapa lama kemudian kembali dinaikkan dari Rp 6.000 menjadi Rp 8.000. Setelah negosiasi ditetapkan menjadi Rp 7.000. Kemudian PT KAI kembali menaikkan tarif menjadi Rp 8.000 dan kemudian menjadi Rp 10.000. Setelah didesak dan dilakukan negosiasi disepakati tarifnya Rp 9.000. terakhir dari Rp 9.000 dinaikkan menjadi Rp 11.000 dan setelah di lakukan negosiasi disepakati Rp 10.000 untuk perjalanan sepanjang 59 kilometer, sampai kemudian diberlakukan PSO yang menjadikan tarif Rp 10.000 menjadi Rp 6.000.
Sayangnya, kenaikan demi kenaikan tarif oleh PT KAI tidak diimbangi dengan pelayanan yang maksimal. Bukan hanya kondisi kereta yang kadang masih kotor, kereta sering datang terlambat. Bahkan sering mogok di tengah-tengah persawahan dan penumpang tidak mempunyai alternatif untuk melanjutkan perjalanan dengan angkutan umum lainnya.
Ketika PT KAI menetapkan harga kereta Sriwedari AC Jogjakarta-Solo Balapan maupun sebaliknya sebesar Rp 20.000, pada jam pemberangkatan pukul 05.25 wib, atau jam-jam dibutuhkan oleh pegawai, banyak penglaju mengeluhkan mahalnya tarif tersebut.
Pengurus komunitas Pramekers pun mencari alternatif, yaitu dengan penghubungi pihak bus Damri. Dan pihak Damri pun kemudian menyediakan dua bus AC dari parkiran bandara Adi Sutjipto untuk tujuan Solo dengan tarif Rp 10.000 yang kemudian naik menjadi Rp 13.000 pada akhir tahun 2013 lalu.
Ketika pemerintah memberikan PSO yang membuat tarif kereta Sriwedari AC turun dari Rp 20.000 menjadi Rp 10.000, sebagian penglaju yang tadinya naik bus Damri, kembali beralih naik kereta Sriwedari. ‘’Dari dua bus, kini hanya tinggal 1 bus yang digunakan penglaju. Bisa saja nanti mereka semua kembali naik kereta,’’ kata Eko.
Wisnu Aji mengakui, murahnya tarif kereta akan menjadikan kereta sebagai primadona angkutan masal. Konsekuensinya, kereta akan menjadi lebih padat dan penumpang akan berdesak-desakan. ‘’Tidak apa-apa. Yang penting penumpang masih bisa terangkut. Apalagi kepadatannya tidak sepadat KRL di Jabodetabek,’’ tukasnya.
Penumpang Melonjak
Berdasarkan data dari Daop VI terjadi peningkatan jumlah penumpang yang cukup signifikan sejak diberlakukannya PSO. Pada bulan Januari 2014, jumlah penumpang kereta Sriwedari Non AC relasi Jogjakarta-Solo Balapan pada bulan Februari sebanyak 6.700 penumpang dan sejak diberlakukannya PSO awal Maret 2014 jumlah penumpang melonjak menjadi 11.645 penumpang. Demikian juga Prameks relasi Solo-Kutoarjo. Jika pada Februari lalu jumlah penumpangnya sebanyak 12.380 pada Maret meningkat menjadi 14.124 penumpang. Namun anomali terjadi untuk relasi kereta Sriwedari AC jurusan Jogjakarta-Solo Balapan, jika pada Februari jumlah penumpang sebanyak 10.524, pada Maret hanya 4.435 penumpang.
Kahumas Daop VI Jogjakarta, Bambang menjelaskan, mengatakan, setelah adanya PSO lonjakan penumpang cukup tinggi. Namun demikian kapasitas kereta api yang tersedia untuk masing-masing relasi masih cukup menampung. ‘’Memang ada yang berdiri, tapi tidak terlalu berdesak-desakan seperti kereta Commuter di Jakarta,’’ tukas Bambang.
Perubahan juga tampak terlihat di tempat penitipan sepeda motor di stasiun Lempuyangan maupun Solo Balapan. Parkiran yang biasanya masih tersedia di beberapa sudut, kini mulai padat bahkan sudah memenuhi gang-gang antara barisan sepeda motor yang terjejer rapi.
Dengan turunya harga tiket kereta, banyak penglaju Jogjakarta-Solo maupun sebaliknya yang semula menggunakan bus kota mulai pindah ke kereta api. ‘’Selain lebih hemat, naik kereta juga lebih cepat,’’ ujar Bambang.
Sebagai pembanding, jika menggunakan taxi avanza, tarif Jogjakarta-Solo sebesar Rp 250.000 dengan waktu tempuh 90 menit. Dengan bus kota tarifnya memang sangat murah yaitu antara Rp 12.000 hingga Rp 20.000, tergantung pakai bus AC atau non AC. Tapi waktu tempuhnya bisa hinga 2 jam, karena selain harus masuk penumpang, bus-bus itu biasanya harus ngetem untuk mencari penumpang.
Dengan kereta api, Jogjakarta-Solo dengan jarak 59 kilometer hanya ditempuh dengan waktu sekitar 75 menit saja. Harganya sangat terjangkau. Dengan kereta Sriwedari AC tarifnya hanya Rp 10.000 sedangkan Prameks hanya Rp 6.000. ‘’Selain lebih cepat, naik kereta lebih murah. Tidak heran jika dari waktu ke waktu jumlah penumpang kereta beberapa relasi meningat,’’ kata Bambang.
Meski transportasi ini tarifnya murah, bukan berarti PT KAI tidak memperhatikan masalah keselamatan dan kenyamanan, karena keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Apalagi pemerintah sudah memberikan batasan dalam standar pelayanan yaitu Pelayanan Standar Minimum (PSM).
Bambang hanya mengingatkan kepada para pengguna jasa agar tetap merawat dan menjaga kebersihan kereta yang digunakan.
Atas pernyataan itu, Eko menjawab. Komunitas KPKa ini bukan komunitas yang suka membuat kerusuhan di atas kereta apalagi melakukan perusakan sarana dan prasarana kereta. ‘’Kami tidak merecoki PT KAI, sebaliknya kami malah menjaga kereta api supaya tetap bersih dan terawat,’’ kata Eko
Meski Prameks bukan kereta berpendingin, namun ia tetap mengharamkan penumpang merokok di dalam kereta. Ketika ada yang merokok di dalam kereta, kadang Satpam KA atau Polsuska tidak berani menegur atau melarang penumpang merokok. Tapi anggota KPKa berani. Dengan cara yang santun, biasanya penumpang yang merokok itu di tegur dan diingatkan, bahwa pengguna kereta juga ada bayi, anak-anak ibu-ibu menyusui yang anti dengan asap rokok. (TIM)