erwan - Rabu, 02 Desember 2009

5898 x Dilihat

PENGELOLAAN TPK GEDE BAGE DIMINTA ADAPTASI PASAR

(Bandung, 01/12/09)  PT Kereta Api (KA) diminta melakukan adaptasi sesuai permintaan pasar dalam mengelola Terminal Peti Kemas Bandung (Dry Port 476) atau yang dikenal TPK Gede Bage Bandung.

“PT KA harus lakukan adaptasi pasar,” kata Wakil Menteri Perhubungan (Wamenhub) Bambang Susantono didampingi Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Mahendra Siregar kepada pers di TPK Gede Bage Bandung, Selasa.

Bahkan, Wamendag Mahendra mengatakan, “kalau istilah komputer, harus user friendly ”. Menurut keduanya, hal itu perlu dilakukan agar kinerja TPK Gede Bage kembali seperti sekitar 10 tahun lalu dari kondisi saat ini yang hanya sepertiganya.

”Karena itu, kami datang ke sini, untuk mencari tahu kendala dan hambatan apa sehingga kondisi TPK Gede Bage seperti saat ini,” kata Bambang. Karena, tegasnya, pemerintah sesuai program 100 hari di bidang percepatan ekspor-impor pemerintah, ingin agar PT KA berperan utama dalam kelancaran arus barang di Indonesia.

“So far , harus ada reposisi agar PT KA, khususnya dalam pengelolaan TPK Gede Bage ini mampu beradaptasi dengan pasar dari segala sisi,” kata Bambang. Tidak menutup kemungkinan, kata Bambang, nantinya Departemen Perhubungan akan memfasilitasi baik secara langsung maupun tidak. ”Secara tidak langsung, barangkali dari sisi regulasi dan secara langsung misalnya penyediaan sarana dan prasarana,” katanya.

Pada bagian lain, Wamendag Mahendra menilai, pertumbuhan TPK Gede Bage selama 10 tahun terakhir kinerjanya kontraproduktif dengan pertumbuhan ekonomi. ”Beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi di Bandung dan sekitarnya, tumbuh signifikan, tetapi di TPK Gede Bage, justru sebaliknya,” kata Mahendra. Padahal, katanya, di atas kertas, layanan TPK Gede Bage memiliki keunggulan yakni dari sisi kepastian waktu dan jaminan kemanan. ”Artinya, selama ini TPK Gede Bage mengalami  miss-match  baik dari sisi suplai maupun demand,” katanya.

Oleh karena itu, keduanya sepakat bahwa PT KA harus mencari tahu kepada konsumen atau pasar, apa yang sebenarnya diinginkan, agar daya saingnya bisa ditingkatkan. ”Model yang terjadi TPK Gede Bage ini akan jadi rujukan untuk pengembangan  dry port  lain di Indonesia,” kata Bambang.

Cukup Murah

Sementara itu, menurut Asisten Manajer Keuangan TPK Gede Bage, Nugroho, mengakui, pasar selama ini lebih memilih menggunakan truk untuk mengangkut petikemas ke Pelabuhan Tanjung Priok ketimbang jasa kereta api. Padahal, dari sisi biaya angkut PT KA untuk jarak 198 km Gede Bage - Priok cukup murah yakni untuk satu petikemas ukuran 20 feet hanya Rp1.074.000 dan 40 feet Rp1.650.000.

Dari biaya murni yang dikenakan PT KA sendiri, kata Nugroho, sebenarnya hanya Rp120 km per ton per km. ”Ongkos itu, belum termasuk biaya untuk truk dari pabrik di sekitar Bandung ke TPK Gede Bage. Untuk jarak terdekat ke Gede Bage biasnya mulai Dari Rp 300 ribu per peti kemas,” kata Nugroho.

Nugroho enggan merinci, berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh konsumen jika menggunakan truk dari pabrik di sekitar Gede Bage langsung ke Tanjung Priok via tol Cipularang. (ES)

Jajak Pendapat

Kementerian Perhubungan RI

Bagaimana proses pelayanan pengaduan di Kementerian Perhubungan?

Memuaskan Kurang Memuaskan Tidak Memuaskan
  MENU