4946 x Dilihat
THE GOVERMENT TIGHTHENS SURVEILLANCE UPON TIRE BURSTING INCIDENTS
(Jakarta, 26/03/10) Pengawasan terhadap insiden yang disebabkan oleh instrumen pendaratan yang belakangan kerap terjadi, akan terus diperketat. Hal ini agar peristiwa yang menjadi bibit terhadap kecelakaan yang bisa saja berakibat serius tersebut bisa ditekan atau dihilangkan sama sekali.
Pernyataan tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Herry Bakti S Gumay di Jakarta, Jumat (26/3). ”Sekecil apa pun potensi penyebab insiden, insiden serius, atau kecelakaan, harus kita matikan. Termasuk insiden ban pecah yang sering terjadi belakangan ini. Dan, tidak hanya dari sisi pesawat, dari sisi landasan juga kita terus monitor,” ujarnya.
Dari sisi pesawat, paparnya, pihak maskapai akan diminta menekankan para penerbangnya untuk mematuhi log book yang biasanya berisi catatan-catatan dari teknisi terkait kondisi pesawat. ”Biasanya kalau ada masalah teknis, mereka kita kasih waktu untuk memperbaiki sekitar 10 hari. Nah, selama masa itu, biasanya di log book pilot ada catatannya. Ini harus dibaca betul untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak dinginkan,” jelas Herry Bakti.
Kemudian dari unsur lain sepperti faktor landasan, Dirjen Perhubungan Udara juga meminta agar setiap pengelola bandara untuk menjalani prosedur pengawasan secara tertib. Salah satunya adalah mengecek kondisi landasan dan mensterilisasi keberadaan benda-benda asing dari landasan pacu untuk meminimalisasi potensi insiden maupun kecelakaan.
Pada 8 Maret 2010, pesawat Lion Air jenis Boeing 737-400 mengalami insiden patah salah satu as roda ketika mendarat di Bandara Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara. Meski tidak ada akibat fatal bagi 169 penumpang yang ada dalam peristiwa itu, namun insiden ini tidak dapat dibiarkan untuk terjadi dan berulang dikemudian hari.
Kemudian, pada 24 Maret 2010, pesawat B737-900ER milik maskapai yang sama, juga mengalami pecah ban sebelah kiri dan tergelincir saat membawa 191 penumpang di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar. (DIP)