6191 x Dilihat
PENERAPAN KPS INFRASTRUKTUR PERHUBUNGAN INDONESIA PERLU KEKHASAN
(Jakarta, 26/04/2011) Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) dalam pembangunan infrastruktur bidang perhubungan hendaknya tetap memiliki kekhasan Indonesia. Benchmarking terhadap skema KPS oleh negara lain dapat tetap dilakukan namun tidak mengabaikan kompleksitas Indoensia sebagai negara yang besar dan memiliki prioritas tiap daerah. Demikian salah satu kesimpulan Roundtable Discussion yang diadakan oleh Badan Litbang Perhubungan dengan tema “Upaya Mendorong Efektivitas Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) Dalam Pembangunan Infrastruktur Bidang Perhubungan” di Ruang Rapat Utama Kantor Badan Litbang Perhubungan Jakarta, Selasa (26/4).
Kepala Badan Litbang Perhubungan Denny Siahaan dalam sambutannya mengemukakan pemerintah berupaya melakukan konvensi tentang partisipasi swasta termasuk infrastruktur perhubungan. “Aspek birokrasi juga ikut mendorong langkah-langkah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur selain dukungan pemerintah untuk KPS dalam pendanaan maupun non pendanaan, “ tambah Denny.
Siti Maemunah (Peneliti Badan Litbang) dalam paparanya menunjukkan hasil analisis perbandingan Public Private Partnership di Indonesia dibandingkan kunci sukses PPP Jepang. “ Pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup tinggi mencapai 6,10% dibanding rata-rata pertumbuhan ekonomi ASEAN yang mencapai 7% pertahun. Kesiapan infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan, dan bandara menjadi syarat utama pertumbuhan ekonomi, “jelasnya. Ia menyebutkan perbedaan skema PPP dari kedua negara tersebut meliputi kerangka peraturan dan perundangan yang diterapkan, kelembagaan, skema pembiayaan, risk alocation, dan monitoring.
Berbeda dengan Siti Maemunah, Zulkarnain Arief (Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Bidang Infrastruktur, Konstruksi dan Properti) menyatakan bahwa kondisi PPP di Indonesia tidak dapat dibandingkan. “ Hal ini karena Indonesia memiliki kompleksitas dan memerlukan infrastruktur yang besar sehingga memiliki peluang yang besar bagi swasta,” jelas Zulkarnain.
Menurut Zulkarnain, Indonesia memiliki banyak segmen proyek transportasi yang potensial dan mendesak untuk dikembangkan seperti pembangunan akses kereta api untuk meningkatkan kapasitas lintas darat dan sebagai solusi angkutan yang murah dan cepat, termasuk pembangunan monorel untuk mengurangi kemacetan; pembangunan atau pengembangan pelabuhan dan fasiltasnya untuk memperlancar kegiatan bongkar-muat di pelabuhan dan menghilangkan biaya ekonomi tinggi ; pembangunan atau pengembangan bandara, termasuk landasan pacu dan terminal kargo agar dapat menunjang kelancaran arus pengiriman barang dan penumpang, seperti beberapa Bandara di KTI yang masih minim gudang penyimpangan dan pengelolaan pergudangan yang belum diberikan kepada swasta; peningkatan pelayanan angkutan alternatif seperti angkutan sungai, danau dan penyeberangan sebagai pendukung moda transportasi; pembangunan akses jalan dan jalur kereta api dari pusat/sentra komoditi dan sentra produksi pelabuhan; pembangunan jalan dan jembatan terutama pada lintas-lintas strategis dan daerah-daerah yang perekonomiannya berkembang pesat dalam rangka melancarkan distribusi barang dan jasa serta hasil produksi, seperti pembangunan jalan yang dapat dilalui oleh truk kontainer ke sentra komoditi yang dapat dibebankan biaya kepada pengguna yang memakai jalan tersebut; dan pembangunan jalan bebas hambatan pada koridor-koridor yang menghubungkan kota-kota dan/atau pusat-pusat kegiatan ekonomi .
Berdasarkan hasil diskusi dari pembicara dan pembahas dalam upaya mendorong upaya kerjasama pemerintah swasta juga diperoleh kesimpulan lainnya yaitu proyek melalui skema KPS bukan proyek instan sehingga dirasa memerlukan rencana paling tidak 3 tahun agar menjadi proyek yang siap ditawarkan. Selain itu kebijakan yang menyangkut masalah KPS transportasi harus memiliki konsistensi untuk mendorong pihak swasta yang terlibat. Para pembicara sepakat bahwa skema KPS sektor transportasi yang diterapkan di Indonesia harus memiliki kekhasan sendiri walaupun telah melakukan benchmarking dengan skema KPS negara lain namun sebaiknya tetap membutuhkan penyesuaian. Penerapan proyek melalui KPS jangka menengah yang sukses dan tetap berjalan dirasakan lebih perlu dilakukan oleh pemerintah dan swasta.
Pembicara dalam diskusi ini menghadirkan Siti Maemunah (Peneliti badan Litbang), Djarot Tri W (Pusat Kajian Kemitraan dan Pelayanan Jasa Transportasi Kemenhub), dan Ir. H. M. Zulkarnain Arief, MSc (Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Bidang Infrastruktur, Konstruksi dan Properti). Para pembahas dalam diskusi ini adalah Gede Pasek Suardika (Ditjen Hubdat), Kemal Heryandri (Ditjen Hubla), Nur Isnin (Ditjen Hubud), Prasetyo (Ditjen KA), Tulus Hutagalung (Menko Perekonomian), Ir. Gunsairi (BAPPENAS), Dr. Eri Susanto (ITB). Diskusi ini dimoderatori oleh Prof Wimpy Santosa (Staf Wakil Menteri Perhubungan). (ARI)