33986 x Dilihat
Pemerintah Tegas Larang Mudik
Pemerintah Tegas Larang Mudik
JAKARTA - Gaung larangan mudik, semakin nyaring bunyinya. Dengan terus didengungkan agar dipahami dan dipatuhi oleh masyarakat mulai dari pusat Jakarta hingga ke berbagai daerah. Pasalnya, kebijakan larangan mudik tahun 2021 ini adalah larangan mudik lebaran untuk kedua kalinya yang telah digulirkan Pemerintah.
"Larangan mudik untuk transportasi umum dan pribadi ini mulai diberlakukan tanggal 6 Mei 2021 sampai dengan tanggal 17 Mei 2021," kata Adita Irawati, Juru Bicara Kemenhub dalam "Dialog Publik: Ayo Tidak Mudik" secara daring, Selasa (27/4).
Namun, ungkap Adita lagi, pengetatat perjalan itu sudah berlaku mulai 22 April hingga 5 Mei dan 18 sampai 24 Mei 2021.
Cegah Penularan Karena Mobilitas Orang
Tradisi mudik, ungkap Adita, adalah ritual tahunan masyarakat muslim di Indonesia. Ajang liburan bersama pasca berakhirnya puasa Ramadhan yang lazimnya masyarakat perantau pulang kampung untuk silahturahmi ke orang tua, keluarga dan kerabat/teman/tetangga di desa/daerah, acapkali dibarengi wisata di berbagai tempat di daerah.
Di era pandemi Covid-19, kegiatan selama mudik di mana terjadi mobilitas massa atau masyarakat yang begitu besar dinilai/dianggap berbahaya karena terbukti akan meningkatkan jumlah kasus baru orang terpapar Virus SarsCov-2.
Oleh karena itu, Pemerintah melarang masyarakat untuk tidak mudik untuk kedua kalinya - tahun 2020 dan tahun 2021. Hal ini dikarenakan kasus pandemi Covid-19 yang belum bisa terkendali – jumlah orang terpapar Virus SarsCov-2 di Indonesia masih terus meningkat.
Kendati sudah berbagai upaya pemerintah untuk mengendalikan penyebaran Covid-19, melalui serangkaian kebijakan – partial lockdown, PSBB, PPKM serta penerapan Prokes 5M, dan terakhir vaksinasi massal Covid-19, Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu dalam sidang kabinet terbatas menyampaikan harapannya, pada kwartal kedua tahun 2021 yang bertepatan HUT Kemerdekaan RI Agustus 2021, berharap pandemi Covid-19 sudah terkendali – kurva pandemi sudah melandai.
Merealisasikan harapan Presiden, Kementerian Perhubungan dan para pihak terkait mengantisipasinya dengan menerapkan pengendalian transportasi pada masa-masa tersebut.
“Nanti leading sector-nya di lapangan adalah Polri/ TNI. Pengendalian perjalanan ini ditujukan untuk mendukung upaya mencegah lonjakan kasus Covid-19 seperti yang sempat terjadi usai libur panjang beberapa waktu lalu," kata Adita lagi.
Pemerintah melalui Kemenhub sudah menerbitkan Permenhub No.13 Tahun 2021 tentang Pengendalian Transportasi selama Masa Iduk Fitri 1442 Hijriah dalam rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid 19).
"Oleh karenanya, mudik dilarang, kendaraan umum seluruh moda tak boleh beroperasi. Agar orang-orang tidak mudik kecuali yang dikecualikan sesuai diatur dalam Permenhub," papar Adita.
Jangan Mudik, Jangan Panik, dan Jangan Piknik
Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) dan Peneliti Pustral UGM Prof Agus Taufik Mulyono mengatakan, untuk mencegah penularan Covid-19, ada tiga hal yang perlu dilakukan yaitu jangan mudik, jangan panik, dan jangan piknik (wisata).
MTI, kata dia, mendukung penuh kebijakan Pemerintah melarang mudik lebaran. Langkah Pemerintah cq. Kemenhub sudah benar demi keselamatan kita bersama. "Untuk alasan keselamatan dan kesehatan bersama maka dilarang mudik. Ini satu solusi yang baik. Orang yang dilarang total hanya 14 hari tanggal 5-16 Mei 2021," kata Agus
Prof. Agus menambahkan, untuk kebaikan dan kesehatan diri dan keluarga kita serta lingkungan termasuk di kampung halaman, sebaiknya menahan diri untuk tidak mudik dulu.
"Kalau kondisi sudah baik dan pandemi sudah teratasi tentu akan diperbolehkan untuk mudik ke kampung bertemu keluarga," tegas Agus.
Berharap Ada Kompensasi Bagi Pengusaha Transportasi dan Awaknya
Walau menjadi langkah pencegahan penularan Covid-19, namun di satu sisi larangan mudik menjadi beban berat bagi pengusaha transportasi, khususnya pengusaha transportasi darat, lantaran harus kembali merana karena tak bisa melakukan aktivitas bisnisnya yang sudah kritis sejak setahun lalu.
“Membuat beban pengusaha transportasi saat ini semakin berat. Belum lagi dengan adanya tambahan pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) yang harus dibayarkan secara langsung sebelum H-7 lebaran,” cetusnya.
Karena itu saran Prof Agus, Pemerintah harus hadir bagi pengusaha transportasi dengan memberikan relaksasi atau kompensansi serta bantuan langsung. "Pelaku transportasi ini sudah terpuruk selama satu tahun, lalu makin terpuruk lagi dengan adanya larangan. Jadi saya mohon kepada Pemerintah untuk pengusaha transportasi terutama yang di jalan agar diberikan kompensasi," tukas ucap Agus.
Ketua Umum MTI berharap adanya uluran tangan Pemerintah. Bentuk dari uluran tangan dengan berbagai keringanan yang diberikan kepada pengusaha bus dan awaknya bisa bermacam-macam, mulai dari pembebasan pajak kendaraan bagi pemilik atau pengusaha bus hingga pemberian kompensasi bagi kru atau karyawan bus.
Menurut Prof. Agus, kedua relaksasi itu sangat wajar dilakukan Pemerintah mengingat para pengusaha bus juga memiliki tanggungjawab yang tentunya tak bisa semuanya dilakukan sendiri. Apalagi jika dilihat dari aspek kerugian sebelumnya.
"Jadi mereka ini harus diselamatkan, kalau tidak mau bagaimana. Jadi meski hanya 14 hari (larangan mudik) tetapi yang menjadi korban pertama ini ya mereka," ujar Prof. Agus.
Pada kesempatan yang sama, Juru Bicara Kemenhub, Adita Irawati, menjelaskan beberapa waktu lalu operator bus yang tergabung dari asosiasi sudah bertemu beberapa kali dengan Kemenhub untuk membahas bantuan yang akan diberikan.
Beberapa waktu lalu, tambah Adita, pihaknya sudah memfasilitasi para asosiasi pengusaha kendaraan angkutan darat bertemu dengan kami, juga bertemu dengan Kementerian Koordinator Perekonomian dan bertemu dengan Kementerian Keuangan," jelas Adita.
Adita menjelaskan asosiasi sudah mengajukan berbagai macam usulan skema. Terkait bentuknya insentif relaksasi atau subsidi belum bisa dipastikan karena masih dibahas olek Kementerian Koordinator Perekonomian dan juga Kementerian Keuangan.
Namun Adita berharap, hasilnya menggembirakan buat mereka. "Masih dibahas mudah-mudahan ada hal yang menggembirakan dan kita menanti keputusan dari Kementerian terkait," jelasnya. (IS/AS/HG/HT/JD)