5145 x Dilihat
GOVERMENT BOOSTS BANKING PARTICIPATION IN AIRPLANE MAINTENANCE BUSINESS
(Jakarta, 12/5/10) Pemerintah mendorong perbankan nasional untuk berpartisipasi dalam pengembangan bisnis perawatan dan perbaikan (MRO) pesawat di Indonesia. Hal itu sejalan dengan meningkatnya kebutuhan pendanaan bengkel-bengkel perawatan dan perbaikan pesawat seiring terus tumbuh dan berkembangnya industri penerbangan nasional.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Herry Bakti S Gumay mengatakan, industri penerbangan cukup memiliki ketergantungan pada peran bengkel-bengkel perawatan. Karena bengkel-bengkel itulah yang bisa memberikan jaminan terpenuhinya unsur keamanan dan keselamatan, serta kenyamanan dari setiap pesawat yang dioperasikan. Di Indonesia, jelasnya, ketergantungan itu akan terus meningkat sejalan dengan upaya maskapai untuk terus menambah kapasitas dengan meningkatkan jumlah armada mereka.
Namun, masalah pendanaan menjadi salah satu kendala bagi bengkel-bengkel tersebut untuk meningkatkan kapasitas produksi dan kemampuannya. ”Market-nya besar, tetapi kalau uangnya tidak ada, bisa apa bengkel-bengkel itu. Di sinilah peran perbankan sangat dibutuhkan,” ungkap Herry Bakti dalam diskusi yang digelar asosiasi bengkel perawatan pesawat Indonesia (Indonesian Aircraft Maintenance Shop Association/IAMSA) di Jakarta, Selasa (11/5).
Hingga saat ini, imbuhnya, perbankan nasional masih belum melihat bisnis perawatan pesawat sebagai peluang bisnis jangka panjang yang berprospek besar. Minimnya informasi yang dimiliki perbankan tentang industri MRO itulah yang menjadi salah satu penghalang bagi para pengusaha bengkel untuk memeroleh dana pinjaman dari bank, terutama bank-bank dalam negeri. Akibatnya banyak perusahaan MRO mencari pinjaman ke lembaga keuangan lain yang mematok bunga lebih tinggi.
”Ketika ada bank yang mau memberikan kredit, mereka meminta bangunan fisik sebagai agunan. Padahal aset terbesar bisnis ini adalah fasilitas peralatannya, tetapi ditolak karena sifatnya tidak liquid. Akibatnya, dana kredit yang dikucurkan pun sangat kecil sekali,” jelas Presiden IAMSA Richard Budihadianto.
Selain itu, bank juga mau menjadikan kontrak pengerjaan sebagai agunan. Sementara menurut Richard, kontrak pengerjaan dalam bisnis ini sulit untuk dijadikan sebagai jaminan seperti bisnis lain karena pengguna jasa bisa dengan sewaktu-waktu memutuskan kontrak kerja mereka dengan bengkel ketika merasa tidak puas. ”Meskipun sampai saat ini belum ada kasus seperti itu di Indonesia,” ujarnya.
Apa yang diungkapkan Business Development Group Head BNI Ayu Sari Wulandari yang hadir dalam acara tersebut, bisa dijadikan sebagai salah satu contoh pandangan perbankan terhadap bisnis MRO. Dikatakannya, pihaknya hanya siap memberikan kucuran dana maksimal Rp 10 miliar. Dana itu sendiri dikategorikan sebagai kredit untuk usaha kecil dan menengah yang diberikan kepada vendor perusahaan MRO.
"Kami melihat perusahaan MRO punya mitra di segmen usaha yang lebih kecil. Jadi kami mau masuk dari sana. Untuk klasifikasi agunan di bisnis ini, kita masih terbentur dengan regulasi perbankan di Indonesia,” kata Ayu.
Richard menambahkan, dirinya berharap Bank Indonesia mau mengubah ketentuan agunan agar anggotanya mudah mendapatkan kredit dari bank. Pasalnya, saat ini bisnis perawatan pesawat tengah berkembang pesat seiring bertambahnya jumlah penumpang angkutan udara dari tahun ke tahun dan bertambahnya jumlah pesawat yang beroperasi.
"Tahun ini saja ada 300 unit pesawat dari berbagai maskapai. Pada 2014 jumlahnya diperkirakan lebih dari 700 unit. Pasar ini kalau tidak diambil bengkel dalam negeri bisa lari ke negara-negara tetangga," jelasnya.
Tahun lalu, pasar perawatan di Indonesia sebesar US$ 750 juta namun yang bisa diserap bengkel lokal hanya 30 persen karena keterbatasan kapasitas, infrastruktur dan sumber daya manusia pada 2014 nanti. IAMSA sendiri menargetkan seluruh anggotanya bisa menyerap pasar maintenance, repair dan overhaul (MRO) sampai US$ 1,2 miliar atau 60 persen dari total perkiraan belanja perawatan pesawat USD 2 miliar.
Dirjen Herry Bakti menambahkan, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan akan membantu bengkel-bengkel perawatan pesawat untuk meyakinkan dunia perbankan. ”Kita akan bantu menjelaskan kepada perbankan tentang prospek bisnis ini, karena perbankan itu kan sederhana saja. Target mereka cuma satu, yang penting uangnya kembali," katanya.
Di sisi lain, dia juga berharap IAMSA untuk memberikan rekomendasi kepada bank yang bisa dijadikan semacam garansi bagi perbankan bahwa perusahaan MRO tersebut mampu mengembalikan pinjaman. (DIP)