8702 x Dilihat
DELAY COMPENSATION IS TO MAKE AIRLINES DISCIPLINE
(Jakarta, 3/1/2012) Pemberikan kompensasi akibat keterlambatan penerbangan (delay) oleh pemerintah kepada maskapai penerbangan jangan dianggap sebagai hukuman, melainkan sebagai bentuk pembinaaan agar maskapai lebih disiplin, sehingga on time performace (OTP) maskapai lebih baik lagi.
Di satu sisi pemberikan kompensasi itu juga merupakan bentuk perlindungan pemerintah terhadap masyarakat sebagai pengguna jasa yang merasa dirugikan waktunya karena berangkat atau tiba lebih lambat dari yang sudah direncanakan sebelumnya.
Dengan adanya sanksi ini, diharapkan maskapai menjadi lebih sadar bahwa setiap keterlambatan akan memberikan konsekuensi penambahan biaya, bukan hanya pemberian kompensasi kepada penumpang tetapi juga menjadi cost bagi maskapai karena harus membayar biaya-biaya lainnya selama di bandara.
“Kita berharap dalam beberapa bulan ke depan ada perbaikan dalam OTP baik keberangkatan maupun kedatangan,” kata Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Herry Bakti kepada wartawan di ruangan kerjanya, Selasa (3/1).
Pemerintah secara ketat akan terus mengawasi ketentuan tersebut di lapangan. Pengawasan dilakukan mulai dari pusat sampai kantor-kantor Administrator Bandara di seluruh Indonesia.
Herry Bakti yang didampingi Plt Direktur Angkutan Udara Djoko Murjatmodjo dan Kapuskom Publik Kementerian Perhubungan Bambang S. Ervan menjelaskan, Batavia Air merupakan maskapai pertama yang harus memberikan kompensasi akibat delay lebih dari 4 jam pada rute Palangkaraya – Surabaya, Senin (2/1) kemarin.
Dijelaskan oleh Herry, Senin sore kemarin dirinya mendapat laporan dari Administrator Bandara Palangkaraya, bahwa maskapai penerbangan Batavia Air mengalami delay lebih dari 4 jam. Tidak ada kerusuhan akibat keterlambatan tersebut dan pihak Batavia Air telah memberikan kompensasi ganti rugi kepada penumpang. Selanjutnya, penumpang diterbangkan dengan pesawat yang sama.
“Meski sebelumnya penumpang kecewa, namun setelah pihak Batavia menjelaskan alasan keterlambatan dan menyatakan kesediannya memberikan kompensasi akibat keterlambatan tersebut, penumpang akhirnya bisa memaklumi. Bahkan mereka senang, karena meski terlambat tapi mendapat kompenasasi,” jelas Herry.
Herry pun memuji sikap Batavia Air yang langsung memberikan respon atas keterlambatan tersebut, sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang sifatnya anarkis. “Responnya cepat dan baik, sehingga penumpang tidak melakukan tindakan anarkis. Ini harus menjadi contoh maskapai lain bila mengalami hal yang sama,” kata Herry.
Sementara itu, Public Relation Manager PT Metro Batavia, Elly Simanjuntak menjelaskan, dengan alasan operasional, pesawat Batavia Air dengan nomor penerbangan Y6374 jurusan Palangkaraya-Surabaya mengalami keterlambatan lebih dari 4 jam.
Pesawat yang membawa 136 penumpang dewasa, 4 anak-anak dan 4 bayi itu seharusnya terbang dari bandara Tjilik Riwut Palangkaraya dengan tujuan bandara internasional Juanda Surabaya pada pukul 16.35 WIB. “Karena alasan operasional, pesawat kami mengalami delay lebih dari 4 jam,” kata Elly.
Sebagaimana diatur dalam Permenhub No 77 Tahun 2011 yang kemudian diperbaharui dengan Permenhub No 92 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, apabila maskapai mengalami keterlambatan lebih dari 4 jam, diwajibkan untuk memberikan kompensasi ganti rugi senilai Rp 300.000 per penumpang.
Batavia Air kemudian memberikan voucher yang dapat ditukar dengan uang di kantor-kantor Batavia di Indonesia, pada hari berikutnya.
Herry Bakti membenarkan, mekanisme pemberikan kompensasi keterlambatan dapat dilakukan dalam bentuk uang cash maupun voucher. “Sama saja. Dengan voucher juga tidak apa-apa yang penting nilainya sama dan pencairannya tidak sulit apalagi sampai merepotkan penumpang. Tenggang waktu masa berlaku voucher tersebut bisa sampai 1 bulan,” kata Herry.
Voucher itu, lanjut Herry, selain dapat dicairkan menjadi uang, juga dapat digunakan untuk membeli tiket penerbangan berikutnya. Karena voucher itu pada hakekatnya adalah sebagai pengganti uang. (PR)