Biro Komunikasi dan Informasi Publik - Rabu, 04 April 2012

3722 x Dilihat

AETROPOLIS DEVELOPMENT AREA IS INHIBITED BY LAND

(Jakarta, 4/4/2012)  Rencana pengembangan Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten, sebagai  kawasan aerotropolis atau kota bandara, masih terhalang oleh minimnya lahan yang untuk dikembangkan.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Herry Bakti S Gumay dalam Diskusi Membedah Kesiapan Bandara Internasional Soekarno Hatta Menuju Kawasan Aerotropolis di Bogor, Rabu (4/4) mengatakan, PT AngkasaPura II (Persero) telah mengajukan konsep bandara aerotropolis kepada kementeriannya (KemenBUMN-red).

Menurut Dirut PT Angkasa Pura II Tri S Sunoko di tempat yang sama menjelaskan, dalam pengembangan Bandara Internasional Soekarno Hatta sebagai kawasan aerotropolis, pihaknya membutuhkan lahan tambahan sekitar 750 hektar, untuk bisa mengembangkan bandara agar dapat menampung 87-90 juta penumpang pada tahun 2020 mendatang.

Sampai dengan tahun 2011 jumlah penumpang yang dilayani sebanyak 52,4 juta penumpang dan pada tahun 2014 nanti diperkirakan meningkat menjadi 62 juta penumpang. "Bila tidak mungkin menggunakan lahan yang ada, kami akan melakukan reklamasi pantai sebelah utara bandara yang masih masuk dalam Kota Tangerang," paparnya
 
Melakukan reklamasi merupakan salah satu alternatif. Pilihan lainnya adalah membangun bandara baru di wilayah Kerawang, Jawa Barat. Jika reklamasi yang dipilih, maka nantinya dari bandara yang dikembangan ke bandara yang ada akan dihubungkan dengan kereta api bandara.
 
Terhadap rencana tersebut, Dirjen Perhubungan sedikit pesimis bandara tersibuk di Indonesia itu bisa dikembangkan menjadi konsep kota di dalam bandara. “Bandara aerotropolis harus mempunyai lahan yang luas, karena di wilayah tersebut akan dikembangkan pusat bisnis baru di dalam bandara, jadi fungsi bandara tidak hanya sebagai tempat kedatangan dan kepergian, tapi akan berkembang dunia usaha baru,” kata Herry 

Dia mengakui, saat ini di seluruh bandara di Indonesia belum ada yang memenuhi syarat untuk dikembangkan menjadi bandara aerotropolis, baik dari syarat kapasitas lahan, maupun akses infrastruktur menuju bandara tersebut. Beberapa wilayah yang sempat di rencanakan untuk dibuat konsep bandara aerotropolis oleh pemerintah diantaranya Majalengka, Karawang, maupun Kualanamu.
           
“Tadinya di Majalengka akan dibuat konsep aviation park namun terhambat izin pemerintah daerah. Sedangkan di Karawang agak sulit karena terlalu dekat dengan hutan produksi yang harus di jaga, Kualanamu masih harus didukung akses transportasi pendukung seperti kereta api,” jelasnya.
           
Menurut Herry, untuk mengatasi permasalahan dalam pengembangan bandara aerotropolis tersebut dibutuhkan koordinasi antara lintas kementerian dan juga dukungan dari pemerintah daerah (pemda). Herry berharap, pemda bisa membuat peraturan daerah (pemda) yang mengatasi masalahan pembebasan lahan untuk pengembangan kawasan di bandara.
           
 Konsep kota di dalam bandara ini menurut Herry telah banyak tedapat dalam negara-negara maju seperti di Amerika dan Eropa. Konsep bandara ini dianggap penting karena sebagai strategi baru dalam perencanaan bandara dan pemanfaatan lahan untuk kegiatan komersial secara simultan, dalam rangka mendapatkan manfaat bagi bandara, wilayah sekitarnya maupun secara nasional.


“Nilai jualnya adalah lokasi yang berdekatan dan konektivitas yang cepat antara suppliers, costumers, dan mitra perusahaan nasional maupun internasional. Terdiri dari fasilitas-fasilitas komersial yang mendukung bisnis airline dan bisnis aviasi lainnya, akibat dari jutaan penumpang yang melakukan perjalanan melalui bandar udara per tahunnya,” kata dia.(JO)
 

Jajak Pendapat

Kementerian Perhubungan RI

Bagaimana proses pelayanan pengaduan di Kementerian Perhubungan?

Memuaskan Kurang Memuaskan Tidak Memuaskan
  MENU