Biro Komunikasi dan Informasi Publik - Kamis, 06 Mei 2010

9081 x Dilihat

PELINDO TAK PUNYA KEWENANGAN TENTUKAN PEMBANGUNAN PELABUHAN BARU

(Jakarta, 6/5/10) PT Pelindo tidak memiliki hak dan kewenangan untuk menentukan rencana pembangunan pelabuhan baru. Sesuai amanat Undang-undang No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, kewenangan itu ada di tangan pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan selaku regulator.

Pernyataan itu dilontarkan Sunaryo sebagai tanggapan atas wacana yang digulirkan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II yang memproklamirkan diri ingin membangun sejumlah pelabuhan baru di Karawang, Jawa Barat, sebagai pengganti Pelabuhan Tanjung Priok yang telah penuh sesak.

”Pelindo mungkin lupa kalau dia sudah tidak punya hak dan kewenangan rangkap lagi, yaitu sebagai regulator dan operator di pelabuhan sekaligus, tetapi sudah menjadi operator murni. UU 17/2008 sepertinya harus dibaca lebih mendalam lagi oleh manajemen Pelindo, agar tidak keliru mengambil sikap dan membuat pernyataan,” ujar Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub Sunaryo dalam jumpa pers di kantornya, Rabu (5/5).

Beberapa waktu sebelumnya, PT Pelindo II mengumumkan akan segera membangun megaproyek pelabuhan pengumpul (hub port) baru di Karawang, Jawa Barat berkapasitas 10 juta TEUs sebagai pengganti Pelabuhan Tanjung Priok lima tahun mendatang. Perseroan BUMN ini mengaku telah menyiapkan dana sebesar Rp6 triliun untuk membangun sampai mengoperasikan pelabuhan tersebut dalam lima tahun sampai 10 tahun mendatang.

Direktur Utama Pelindo II Richard Jose Lino mengatakan, rencana itu secara otomatis membatalkan program pengembangan Pelabuhan Bojonegara Banten sebagai pelabuhan kontainer pengganti Tanjung Priok. ”Saya akan bangun di Karawang, Jawa Barat. Konsepnya bangun pelabuhan yang besar dengan lahan 10.000 ha. Pelabuhan itu harus memiliki life time minimal 100 tahun,” katanya beberapa waktu lalu.

Sunaryo mengatakan, pemerintah saat ini tengah menyusun cetak biru pelabuhan nasional yang dinamakan Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN). Cetak biru inilah yang nantinya akan dijadikan dasar bagi pemerintah untuk mengembangkan maupun melakukan penentuan lokasi pembangunan infrastruktur pelabuhan baru di seluruh wilayah perairan Indonesia. ”Sekarang pengkajiannya saja masih dilakukan JICA (Japan International Cooperation Agency),” ujarnya.

Ditegaskan Sunaryo, Pasal 96 ayat (1) dan (2) UU 17/2008 menyebutkan dengan tegas bahwa proses pembangunan pelabuhan harus dilaksanakan atas seizin Menteri Perhubungan, khususnya untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul. Kemudian pembangunan juga harus memenuhi persyaratan teknis kepelabuhanan, kelestarian lingkungan, dan memperhatikan keterpaduan intra- dan antarmoda transportasi.

Kemudian pada pasal selanjutnya dijabarkan bahwa pelabuhan laut hanya dapat dioperasikan setelah selesai dibangun dan memenuhi persyaratan operasional serta memperoleh izin. Sementara pihak yang berwenang memberikan izin untuk mengoperasikan pelabuhan laut adalah Menteri Perhubungan. ”Jadi terserah kita mau diserahkan kepada siapa saja pengelolaannya, tidak mesti kepada Pelindo, mungkin kepada swasta yang kita anggap layak,” tandas Sunaryo.

Terkait kondisi Pelabuhan Tanjung Priok saat ini, Sunaryo membenarkan bahwa perlu dilakukan sebuah tindakan untuk mengurangi tingkat kepadatan di pelabuhan tersebut. ”Bahwa beban Priok harus dikurangi, itu betul. Tetapi bukan pelabuhan baru yang dibutuhkan, melainkan terminal-terminal yang fungsinya sebagai penunjang dan tetap menginduk Priok sebagai pelabuhan utama. Selain untuk mengurangi kapasitas pelabuhan yang ada saat ini, juga untuk menekan beban jalan raya. Selain itu juga mengurangi distribution cost pengguna saja karena mereka tidak harus lagi jauh-jauh mengirimkan barangnya ke pelabuhan utama, tetapi cukup ke terminal itu,” pungkasnya.

Ketentuan terkait pembangunan terminal khusus itu termaktub pada Pasal 102 hingga Pasal 109 UU 17/2008. Salah satu pasa meyenbutkan, terminal khusus ditetapkan menjadi bagian dari pelabuhan terdekat. Terminal khusus ini hanya dapat dibangun dan dioperasikan ketika pelabuhan terdekat tidak dapat menampung kegiatan pokok tersebut, serta berdasarkan pertimbangan ekonomis dan teknis operasional akan lebih efektif dan efisien serta lebih menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran apabila membangun dan mengoperasikan terminal khusus.

Kemudian pasal lainnya menegaskan bahwa pembangunan dan pengoperasian ini wajib memenuhi persyaratan teknis kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan pelayaran, dan kelestarian lingkungan, serta atas seizin dari Menteri. (DIP)

Jajak Pendapat

Kementerian Perhubungan RI

Bagaimana proses pelayanan pengaduan di Kementerian Perhubungan?

Memuaskan Kurang Memuaskan Tidak Memuaskan
  MENU