Admin Portal - Jumat, 04 Desember 2009

9819 x Dilihat

KETENTUAN BATAS ATAS TARIF FORWARDING DITERAPKAN MULAI JANUARI 2010

(Jakarta, 03/12/09) Para penyedia jasa dan pengguna jasa angkutan pelabuhan secara resmi menandatangani kesepakatan bersama tentang komponen dan besaran tarif batas atas biaya-biaya lokal jasa pengurusan transportasi (forwarding local charges) di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Kesepakatan ini selanjutnya akan dilegalisasi melalui penerbitan surat keputusan (SK) terkait oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut Dephub, dan diberlakukan efektif awal Januari 2010.


Penandatangan yang dilaksanakan di kantor Departemen Perhubungan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (3/12), ini, dilakukan empat organisasi terkait yang membuat kesepakatan bersama. Mereka adalah Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Indonesia (Gafeksi) DKI Jaya selaku pihak pertama, serta Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), serta Ikatan Eksportir, dan Importir Indonesia (IEI) selaku pihak kedua.


Sementara bertindak sebagai pihak yang mengetahui adalah Bobby R. Mamahit selaku Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang juga merangkap sebagai Pelaksana Harian Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Administrator Pelabuhan Tanjung Priok Susetyo W. Hadi, dan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta Moch. Tauhid.


Menurut Bobby, surat kesepakatan bersama ini menjawab keluhan para pengguna jasa selama ini, yang selalu merasa dirugikan karena tidak adanya batasan tarif forwarding di pelabuhan tersebut. Para pengguna jasa menilai, ketiadaan batasan tarif maksimal membuat para penyedia jasa mematok tarif yang semena-mena dan kerap merugikan mereka.


”Setelah adanya batasan tarif atas ini, diharapkan tidak ada lagi keluhan dari para pengguna jasa, termasuk para penyedia jasa. Karena besaran batas tarif  atas ini sesuai dengan yang mereka rumuskan dan sepakati. Jadi, ke depan tidak ada lagi komponen yang dikenakan forwarder di luar dari yang tertulis dalam surat kesepakatan bersama ini,” jelas Bobby kepada wartawan, usai acara penandatanganan.


Departemen Perhubungan, Bobby menambahkan, akan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan tersebut bersama-sama dengan Dinas Perhubungan DKI Jakarta selama kurun enam bulan ke depan sejak diberlakukan secara efektif.


”Masa berlaku ketentuan ini enam bulan, efektif mulai Januari 2010 nanti karena perlu ada sosialisasi dulu selama sebulan ke depan. Setelah itu akan dievaluasi dan diperpanjang kembali masa berlakunya seperti tarif Lini 2. Kalau perlu ada yang diubah, ya, diubah berdasarkan kesepakatan sebelum diperpanjang,” jelasnya.


Bobby menegaskan, ketentuan ini sendiri tidak hanya berlaku bagi pihak-pihak yang menandatangani surat keputusan bersama tersebut. Tetapi juga mengikat seluruh pihak terkait lain meski tidak tergabung dalam organisasi baik penyedia maupun pengguna jasa. Atas dasar itulah akan dikeluarkan SK oleh Dirjen Perhubungan Laut untuk memperkuat status hukum ketentuan tersebut.


Ketua DPP IEI Amalia Achyar mengatakan, sebagai perwakilan pengguna jasa dirinya mengaku bahagia dengan adanya ketentuan tentang batas atas tarif forwarding tersebut. ”Meski kami anggap besaran tarifnya masih terlalu tinggi, kami anggap ini masih masuk akal dan kami mau menerima. Ini sudah sangat membantu,” ujarnya.


Setidaknya, menurut dia, batasan tarif maksimal tersebut bisa dijadikan acuan yang pasti oleh para pengguna jasa untuk memperkirakan besaran biaya pengangkutan yang harus mereka keluarkan di luar biaya produksi. Selama ini para pengguna jasa tidak bisa mengira-kira dengan pasti, karena biaya yang mereka perhitungan selalu saja tidak sama dengan yang diminta oleh forwarder.


”Bahkan selalu berubah-ubah, bahkan jauh lebih tinggi dari perhitungan kami. Sering ada komponen biaya tambahan di luar dari biasanya, yang kami anggap tidak masuk akal dan terlalu mengada-ada. Kalau tidak kami bayar sesuai permintaan, barang kami mereka tahan. Tetapi dengan adanya ketentuan ini, kami bisa menghitung dengan pasti,” pugkasnya.


Komponen dan besaran tarif batas forwarding local charges yang disepakati tersebut antara lain, meliputi kegiatan Impor terdiri dari Container Freight Station (CFS) Charges sebesar USD 30 minimal 2 meter kubik, Delivery Order (DO) Charges sebesar USD 50/dokumen, Agency Charges sebesar USD 50/dokumen, Document Charges sebesar USD 50/dokumen dan Administration Charges sebesar USD 50/dokumen.


Sementara untuk Ekspor terdiri dari CFS Charges USD 30 minimal 2 meterk kubik, Bill of Lading (B/L) Fee sebesar USD 20 per dokumen, serta Ocean Freight yang besaran tarifnya per ton/kubik disesuaikan dengan harga pasar. ”Di luar komponen tarif dan biaya sebagaimana yang disebutkan di surat ini, tidak ada lagi biaya-biaya tambahan lain. Jadi, semua harus mengacu pada ini,” tegas Bobby Mamahit.


Kemudian mengenai biaya surat pengantar untuk co-loading, yaitu dalam hal principal/partner dari forwarder di pelabuhan tujuan di Indonesia melakukan co-load karena tidak melakukan konsolodasi sendiri, maka biaya administrasi yang dikenakan oleh forwarder di pelabuhan di  Indonesia kepada importir untuk seluruh proses sampai importir mendapatkan delivery order maksimal sebesar USD 30.


”Bagi yang melanggar pasti akan ada sanksi. Dan  apa bentuk sanksinya, nanti akan diatur menyusul dala Keputusan Dirjen Perhubungan Laut,” tandas Bobby. (DIP)
 

Jajak Pendapat

Kementerian Perhubungan RI

Bagaimana proses pelayanan pengaduan di Kementerian Perhubungan?

Memuaskan Kurang Memuaskan Tidak Memuaskan
  MENU