5340 x Dilihat
INDONESIA CALLS FOR A POSTPONEMENT OF DISCUSSION ON AVIATION OPEN SKY TO ASEAN
(Jakarta, 13/12/09) Pemerintah Indonesia meminta pembahasan terhadap aturan pelaksanaan kebijakan liberalisasi penerbangan (open sky) di wilayah Asean ditunda hingga enam bulan ke depan. Permintaan ini disampaikan Menteri Perhubungan Freddy Numberi dalam sidang para menteri transportasi negara-negara ASEAN (ASEAN Transport Ministers (ATM) Meeting) ke-15, di Hanoi, Vietnam, 10-11 Desember 2009 lalu.
Menurut Menhub, alasan penundaan ini adalah karena Indonesia masih perlu melakukan pembenahan internal dalam negeri. Salah satunya adalah melakukan evaluasi terhadap sistem maupun sarana dan prasarana penerbangan, termasuk menyusun strategi agar pelaksanaan open sky yang penerapannya ditargetkan mulai 2013 tersebut tidak akan merugikan kepentingan bangsa.
”Jangan sampai saat open sky diberlakukan, kita yang rugi dan orang lain yang mengeruk keuntungan. Karena saya tahu kita belum siap, makanya saya minta pembahasannya ditunda dulu sampai enam bulan ke depan,” ujar Menhub Freddy kepada wartawan, dalam konferensi pers tentang Evaluasi Kinerja Kementerian Perhubungan 2005-2009, di Jakarta, Sabtu (12/12).
Evaluasi terhadap seluruh sarana dan prasarana penerbangan di Indonesia, menurut Menhub perlu dilakukan. Karena, kondisi Indonesia yang memiliki 26 bandara inernasional, serta wilayah dan populasi penduduk yang besar merupakan peluang yang besar bagi negara ASEAN lain untuk mengeruk keuntungan melalui kebijakan tersebut. Sementara di sisi lain, jumlah armada yang memiliki potensi untuk melayani rute penerbangan internasional masih terbilang sangat sedikit. Sejauh ini, konsentrasi untuk melayani rute penerbangan domestik sendiri pun masih belum maksimal.
Bila dibandingkan dengan Singapura yang hanya punya satu bandara dan Malaysia yang punya enam bandara, misalnya, komposisi yang dimiliki Indonesia jelas tidak sebanding dengan yang kedua negara itu miliki. Salah satu upaya yang akan dilakukan untuk menyikapi hal tersebut, Menhub menyebutkan, adalah dengan meminta maskapai nasional menyiapkan armada yang cukup. Setidaknya, selain menyiapkan diri untuk melayani rute internasional, maskapai minimal bisa untuk menutupi kebutuhan pada rute-rute domestik yang hingga saat ini masih belum terlayani secara maksimal.
”Singapura dan Malaysia bandaranya sedikit, tetapi punya dukungan armada yang banyak. Kalau kita main teken kesepakatan itu tanpa memikirkan keuntungan bagi kita, kita pasti akan rugi besar. Dengan jumlah armada kita yang sedikit, bisa-bisa nanti mereka semua yang ambil penerbangan dalam negeri kita, sementara armada kita mati karena kalah bersaing. Karena itu kita harus pikirkan apa peluang keuntungan yang harus kita ambil dari sini. Mungkin, kita tidak akan membuka semua bandara kita. Kalapun harus buka semua, tetap harus ada keuntungan yang bisa kita ambil, minimal peluang kerja yang besar untuk masyarakat kita,” lanjutnya.
Dirjen Perhubungan Udara Herry Bakti S Gumai menambahkan, dengan segala keterbatasan yang ada saat ini, menurutnya Indonesia tidak akan bisa mengimplementasikan kebijakan open sky ini secara menyeluruh pada 2013 mendatang.
”Kemungkinan kita baru bisa full menerapkan kebijakan ini pada 2015. Saat ini kita sedang memilah-milah Bandara mana yang cocok diterapkan open sky. Dari 26 yang ada, kemungkinan maksimal ada lima bandara yang akan dibuka bebas untuk penerbangan se-ASEAN,” jelas Herry bakti.
Pada April 2010 mendatang, jelasnya, kelima bandara terpilih itu akan diajukan dalam forum formal yang akan digelar di Brunei Darussalam. ”Tapi, kita belum bisa menyebutkan bandaranya mana-mana saja, karena masih dievaluasi,” pungkasnya. (DIP)