Biro Komunikasi dan Informasi Publik - Rabu, 23 November 2011

15229 x Dilihat

INDONESIA BERKOMITMEN KUAT TINGKATKAN PERAN SEBAGAI ANGGOTA DEWAN IMO

(London, 22 /11/2011) Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia berkomitmen untuk mendukung maksud dan tujuan Organisasi Maritim Internasional (International Maritime Organization/IMO) melalui inisiatif dan melaksanakan kegiatan dalam memfasilitasi serta meningkatkan kerjasama  pelayaran dan navigasi internasional, keamanan pelayaran termasuk juga perlindungan lingkungan laut dengan cara yang efektif dan efisien. Penegasan komitmen Indonesia tersebut disampaikan Menteri Perhubungan E.E. Mangindaan dalam pidato pencalonan kembali Indonesia sebagai anggota IMO  pada sidang Majelis IMO ke 27 pada Senin (21/11) di Markas Besar IMO London.

Menteri Perhubungan E.E. Mangindaan di depan 168 Pemimpin Delegasi anggota IMO juga menjelaskan bahwa peranan penting Indonesia tercermin pada keikutsertaan pada IMO, yaitu SOLAS 1974, CSC 1972, STCW 1978, INMARSAT 1976, MARPOL 73/78 (Annex I / II), COLREG 1972, dan CLC 1992. Pada saat ini, Indonesia telah masuk pada proses akhir ratifikasi MARPOL 73/78 (Annex III, IV, V, dan VI) dan Konvensi SAR 1979.

Lebih lanjut Menteri Perhubungan  menegaskan  Indonesia juga akan melanjutkan dukungannya pada proyek Marine Electronic Highway (MEH) di Selat Malaka dan Selat Singapura sebagai upaya penting untuk meningkatkan keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan laut di Selat tersebut. Indonesia juga mendirikan Pusat Data Nasional untuk memudahkan Global Maritime Distress and Safety Seystems (GMDSS) dan Long Range Identification and Tracking Systems (LRIT) dibawah pengaturan International Mobile Satellite Organization (IMSO). Pada level nasional Indonesia telah mendirikan Call-Centre untuk memfasilitasi berbagai informasi tentang masalah yang terkait dengan kelautan bagi para pelaut dan masyarakat umum.

Menhub menegaskan bahwa Indonesia selalu berkomitmen untuk memberikan usaha terbaik dalam menjamin keamanan perdagangan dan transportasi dalam wilayah perairan di Indonesia. Pada saat ini ada 262 fasilitas pelabuhan di Indonesia dan 974 kapal berbendera Indonesia memenuhi standar ISPS Code. Dalam kaitannya dengan voluntary IMO Member State Audit Scheme, Indonesia telah mengadakan workshop tentang self-assessment sebagai persiapan untuk Voluntary IMO Member State Audit Scheme (VIMSAS) pada tanggal 7-8 Oktober 2011 di Bali. Sebagai tambahan, Indonesia sedang dalam proses self-assessment untuk kesiapan dalam mendukung pelaksanaan VIMSAS 2012.

Dalam pidato di depan peserta Sidang Majelis IMO ke 27, Menteri Perhubungan melaporkan tentang kesuksesan pelaksanaan acara International Conference on Liability and Compensation Regime of Transboundary Oil Damage Resulting from Offshore Exploration dan Exploitation Activities pada 21-23 September 2011 di Bali. Salah satu rekomendasi pada konferensi tersebut adalah perlunya parameter untuk mengatasi isu-isu mekanisme tanggung jawab dan kompensasi lintas batas terhadap kerusakan yang disebabkan oleh tumpahan minyak dan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Oleh karena itu, sangat penting bagi IMO untuk menemukan solusi terkait dengan hal ini.

“Pencalonan ini merupakan cerminan dari usaha kami secara terus menerus untuk melaksanakan komitmen untuk kerjasama dalam menyatukan kesamaan kehendak bersama untuk pengembangan pelayaran yang efektif dan efisien” demikian ditegaskan Menhub dalam akhir sambutannya.

Sidang Majelis IMO dilaksanakan dari tanggal 21 s.d 30 Nopember 2011 diikuti oleh delegasi 168 anggota IMO. Pada sidang Majelis IMO ini telah menjadi agenda untuk pemilihan anggota Dewan IMO (IMO Council) yang akan dilaksanakan pada tanggal 25 Nopember 2011. Indonesia pada Sidang Majelis IMO ke 27 kembali mencalonkan diri menjadi Anggota Dewan Kategori C.

International Maritime Organization
(IMO) adalah badan khusus PBB yang menangani masalah-masalah kemaritiman dengan tugas utama untuk meningkatkan keselamatan dan  keamanan pelayaran serta mencegah pencemaran lingkungan laut dari kapal. Kegiatan IMO juga berkaitan dengan masalah hukum, termasuk masalah pertanggungjawaban dan kompensasi , serta fasilitasi lalu lintas pelayaran internasional. Struktur Organisasi IMO terdiri dari Assembly (Majelis), Council (Dewan) dan 5 Committee, yaitu Maritime Safety Committee, Marine Environment Protection Committee, Legal Committee, Technical Cooperation Committee dan Facilitation Committee.

Assembly atau Majelis IMO merupakan lembaga tertinggi IMO yang terdiri dari perwakilan seluruh negara anggota IMO,dan bersidang sekali dalam dua tahun. Majelis IMO bertugas untuk mengesahkan program kerja, voting anggaran, mengesahkan resolusi teknis, menentukan sumber anggaran dan memilih anggota Dewan. Council atau Dewan IMO adalah Governing Body dalam IMO yang melaksanakan tugas-tugas organisasi IMO diantara dua masa Sidang Majelis. Dewan IMO merupakan pengambil kebijakan organisasi dalam berbagai bidang tugas IMO dan hampir semua rekomendasi Council biasanya akan diterima dan disahkan oleh Sidang Majelis. Anggota Dewan terdiri dari 40 negara anggota IMO yang dipilih melalui sidang majelis setiap dua tahun. Sesuai dengan konvensi IMO untuk memilih anggota Dewan harus memiliki kriteria sebagai berikut:

- Kategori A terdiri dari 10 negara anggota yang memiliki armada kapal niaga yang beroperasi di perairan internasional yang jumlahnya sangat besar dan sebagai penyedia angkutan laut internasional terbesar.
- Kategori B terdiri dari  10 negara anggota yang memiliki perdagangan, barang-barangnya diangkut melalui laut dalam jumlah sangat besar (International Ship-Borne Trade) .
- Kategori C  terdiri dari 20 negara anggota yang memiliki jalur transportasi yang luas dan memiliki daerah perairan yang luas  dan mencerminkan pembagian perwakilan yang adil secara geografis.

Indonesia secara resmi menjadi anggota IMO sejak tanggal 18 Januari 1961. Pertama kali mencalonkan  dan terpilih menjadi anggota   Dewan IMO pada tahun 1973, untuk periode keanggotaan 1973-1975. Dua periode keanggotaan berikutnya yaitu 1975-1977 dan 1977-1979 Indonesia masih sebagai anggota Dewan IMO. Gagal menjadi anggota  Dewan  pada  tahun 1979-1981 dan 1981-1983. Pada Sidang Assembly ke-13 yaitu  pada tahun 1983, terpilih kembali menjadi anggota Dewan IMO dan selalu terpilih sampai saat ini (13 periode berturut-turut).

Meskipun Indonesia telah diakui sebagai negara kepulauan terbesar di dunia berdasarkan ketentuan Konvensi Hukum Laut 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea -UNCLOS, 1982 ), namun pengakuan tersebut masih perlu diperjuangkan dalam berbagai forum internasional termasuk dalam sidang Assembly IMO. Hingga saat ini  Indonesia telah meratifikasi 19 (sembilan belas) Konvensi IMO dan Code, yang merupakan aturan di bidang keselamatan pelayaran, keamanan pelayaran dan perlindungan lingkungan laut antara lain SOLAS 1974, MARPOL 73/78 Annex I dan II, LOAD LINES 66, TONNAGE 69, STP 71, STP PROTOCOL  73, INMARSAT OA AMANDEMEN *(, FAL 1965, CLC 69, CLC Protocol 92, ISM CODE, ISPS CODE, IMDG CODE dan lain-lain. Selain Konvensi IMO, Indonesia juga telah  meratifikasi Basel Convention 1989, Maritime Liens and Mortgages 1993 dan ILO Convention 185  tentang Dokumen Identitas Pelaut.

Saat ini Indonesia  dalam tahap akhir finalisasi ratifikasi Marpol 73/78 (Kementerian Perhubungan) dan SAR Maritime 1979 (Basarnas). Selain itu saat ini sedang dilakukan pembahasan internal International Convention on Civil Liability for Bunker Oil Pollution Damage 2011 dan  The International Convention on the Control  of Harmful Anti-Fouling System on Ships

Implementasi konvensi-konvensi  yang telah diratifikasi tersebut telah dielaborasi dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Untuk memenuhi standar keselamatan pelayaran, Indonesia juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 Tahun 2009 tentang Non-Covention Vessel Standard. Sebagai tindaklanjut Undang-undang  Nomor 17 tahun 2008 saat ini juga telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan. Di bidang perlindungan laut juga telah  dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2006 tentang Keadaan Darurat Penanggulangan Tumpahan Minyak Tingkat Nasional.

Selain kerjasama untuk meningkatkan keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan laut di Selat Malaka dan Selat Singapura, Indonesia dan IMO telah menyelenggarakan beberapa kerjasama teknis peningkatan kapasitas/SDM di bidang keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritime antara lain:
- The Jakarta Meeting on the Straits of Malacca and Singapore pada tanggal 5-7 September 2005 di Jakarta;
- IMO National Seminar (Training of Trainers) of Maritime Security pada tanggal 12-16 Desember 2005 di Jakarta;
- IMO Regional Workshop on Marine Casualty Investigation Course pada tanggal  11-16 September 2006 di Jakarta;
- IMO National  Seminar on Flag State Implementation (FSI) pada tanggal 22-26 Oktober 2007 di Jakarta;
- National Consultation Workshop on Domestic Ferry Safety di Jakarta pada tanggal 5-7 Desember 2007;
- 2nd National Consultation Workshop on Domestic Ferry Safety pada tanggal 17-21 Nopember 2009 di Jakarta;
- IMO-ASEAN Partnership, Strengthening of ASEAN OSPAR di Jakarta pada tanggal 8-12 Juni 2009;
- IMO Regional Seminar/Workshop on the Implementation of the Torremolinos  Protocol di Bali pada tanggal 12-15 Desember 2009.
- International Conference on Liabilility and compensation Regime for Trans-Boundary Oil Damage Resulting from Offshore Exploration and Exploitation Activities di Bali pada tanggal 21-23 September 2011. (BSE)

Jajak Pendapat

Kementerian Perhubungan RI

Bagaimana proses pelayanan pengaduan di Kementerian Perhubungan?

Memuaskan Kurang Memuaskan Tidak Memuaskan
  MENU