11048 x Dilihat
INDONESIAN GENERAL AVIATION IS PREDICTED TO GROW 2-3%
(Jakarta, 30/06/2011) Jasa General Aviation di Indonesia diprediksi akan tumbuh berkisar 2-3 % dalam beberapa tahun ke depan, untuk itu perlu diantisipasi pembinaannya meliputi pengaturan, pengawasan, pengendalian, peningkatan sarana dan prasarana, sampai dengan keselamatan penerbangannya, demikian salah satu kesimpulan yang didapat dari Roundtable Discussion Badan Litbang Perhubungan dengan tema “Upaya Memenuhi Pertumbuhan Permintaan Jasa General Aviation di Indonesia” di Ruang Rapat Utama Kantor Badan Litbang Perhubungan Jl. Medan Merdeka Timur, Jakarta, Kamis , 30 Juni 2011.
Kepala Badan Litbang Perhubungan L. Denny Siahaan mengatakan pertumbuhan permintaan jasa General Aviation perlu ditingkatkan, karena pesawat terbang sebagai alat transportasi mempunyai keunggulan dibandingkan dengan alat transportasi lain, khususnya dari segi jarak dan waktu tempuh yang singkat. “Keunggulan moda transportasi udara dibandingkan transportasi lainnya itu ada pada jarak yang ditempuh,” kata Denny.
General Aviation menurut International Civil Aviation Organization (ICAO) diartikan sebagai pengoperasian pesawat udara selain dari penerbangan komersial berjadwal. Sedangkan Federal Aviation Administration (FAA) mendefinisikan General Aviation yaitu manufuktur dan pengoperasian berbagai tipe pesawat udara yang telah mendapat sertifikat dari FAA selain dari digunakan untuk penerbangan berjadwal atau untuk kepentingan militer. Yang termasuk General Aviation adalah penerbangan privat, flight training, air ambulance, police aircraft, air taxi, penerbangan untuk pertanian dan sebagainya.
Kepala Subdirektorat Pengembangan dan Usaha Angkutan Udara Ditjen Perhubungan Udara, Djoko Murjatmodjo mengatakan, pada Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, General Aviation tidak dirinci secara jelas. Namun General Aviation bisa dimasukkan kepada jenis kegiatan angkutan udara tidak berjadwal dan angkutan udara bukan niaga. Angkutan udara tidak terjadwal, sebagaimana tercantum pada pasal 92, terdiri dari affinity group (rombongan tertentu dengan maksud dan tujuan sama tapi bukan wisata), inclusive tour charter, own use charter, air taxi dan kegiatan angkutan udara tidak berjadwal lainnya. Sedangkan angkutan udara bukan niaga meliputi angkutan udara untuk kegiatan keudaraan (aerial work), angkutan udara untuk kegiatan pendidikan dan pelatihan personil pesawat udara, angkutan udara bukan niaga lainnya yang kegiatan pokoknya bukan angkutan udara niaga. “Pemegang izin angkutan udara bukan niaga dilarang melakukan kegiatan angkutan udara niaga kecuali atas izin menteri dan izin diberikan pada daerah tertentu dengan memenuhi persyaratan tertentu dan bersifat sementara,” terangnya.
Peningkatan perkembangan General Aviation ini disepakati oleh Minda Mora (Peneliti Badan Litbang Perhubungan) yang mengambil perbandingan perkembangan General Aviation di beberapa negara di dunia. Sebagai contoh negara yang diambilnya adalah Amerika Serikat. Dari data yang diperolehnya, Minda mengatakan bahwa 77 % dari semua penerbangan di AS didominasi oleh General Aviation. Ditambahkannya dari 284.000 pesawat terbang yang ada di AS, 90 % nya digunakan untuk General Aviation. Serta ada 5.200 bandara di AS yang digunakan publik untuk General Aviation, dan hanya 560 bandara yang digunakan untuk penerbangan berjadwal. “Itulah salah satu yang memicu General Aviation berkembang pesat di AS, karena hanya ada 560 bandara yang melayani penerbangan berjadwal, sehingga General Aviation tumbuh sangat besar,” tuturnya.
Menurut Wismono Nitidihardjo dari Indonesia National Air Carriers Association (INACA), pertumbuhan dan perkembangan General Aviation di Indonesia masih terkendala beberapa faktor, yaitu kendala jumlah pilot yang tersedia, dimana minat menjadi pilot General Aviation masih kurang, tingkat kemakmuran mayarakat Indonesia yang masih rendah, terbatasnya Inspector (pengawas), belum adanya satu regulasi khusus mengenai General Aviation, agribisnis di Indonesia yang belum maju, ruang lingkup General Aviation yang masih terbatas, dan Infrastruktur Bandara maupun jumlah bandara yang terbatas (187 bandara UPT) dikaitkan dengan luas wilayah geografis Indonesia. “Apabila kendala di atas sudah dapat diatasi, maka diprediksikan pertumbuhan permintaan jasa General Aviation akan tumbuh berkisar pada 2-3%,” ujarnya.
Diskusi ini juga menghasilkan kesimpulan lain yaitu untuk itu perusahaan General Aviation perlu meningkatkan keselamatan pelayanan dalam pengoperasiannya dengan mematuhi dan melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang penerbangan. Selanjutnya enforcement (tindakan paksaan) perlu dijadikan perhatian regulator dalam melakukan pembinaan kepada perusahaan angkutan udara khususnya General Aviation guna meningkatkan keselamatan, keamanan, pelayanan dunia penerbangan. Lebih lanjut, data dan informasi yang perlu dikembangkan digunakan dalam evaluasi, pengembangan dan standarisasi General Aviation di Indonesia.
Roundtable Discussion kali ini dimoderatori oleh Kepala Puslitbang Perhubungan Udara, Ir. Nyoman Suwanda Santra, MBA. Hadir sebagai pembicara Minda Mora, ST, MT (Peneliti Badan Litbang Perhubungan), Djoko Murdjatmodjo (Kepala Subdirektorat Pengembangan dan Pembinaan Usaha Angkutan Udara Ditjen Perhubungan Udara), Muhammad Alwi (Kepala Subdirektorat Engineering Pesawat Udara Ditjen Perhubungan Udara), Wismono Nitidihardjo (DPP INACA) dan Tony D. Hadi (Direktur PT. Ekspress Transportasi Antarbenua). Sedangkan para pembahas dalam diskusi ini yaitu Capt. Syafei, Capt. Donny Hardianto (Asosiasi Pilot Helikopter Indonesia), Ir. Iing Iskandar, Msi (PT. Susi Air), Arif Budiman, SE,MBA, Prof. Dr. K. Martono, SH,LLM, dan Drs Fachri Zainuddin. (HH)