Biro Komunikasi dan Informasi Publik - Kamis, 05 September 2013

18548 x Dilihat

DWELLING TIME DI PELABUHAN MAKSIMAL 4 HARI SUDAH TIDAK BISA DITAWAR LAGI

(Jakarta, 5/09/2013) waktu yang dibutuhkan container impor sejak dibongkar dari kapal hingga keluar pelabuhan atau yang dikenal dengan istilah Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok harus diturunkan paling tidak menjadi 4 (empat ) hari sesuai dengan arahan arahan dari Menko Perekonomian.

Dwelling Time selama 4 (empat) hari  tersebut sudah dilakukan oleh negara tetangga Malaysia, sehingga  sudah tidak dapat ditawar lagi. Saat ini, Dwelling time pada pelabuhan utama di Indonesia seperti Pelabuhan Tanjung Priok sepanjang tahun 2011 – 2012, masih pada kisaran 4 – 7 hari, hal ini disebabkan karena kurangnya infrastruktur dan masalah birokrasi. Permasalahan tersebut menjadi tanggung jawab bersama bagaimana  koordinasi antar instansi di pelabuhan dapat berjalan baik dalam   melayani dwelling time.

Kondisi seperti ini jika terus dibiarkan tentu selain menyebabkan kemacetan akibat antrian container juga akan sangat menggangu distribusi bahan makanan maupun bahan keperluan lainnya, yang imbasnya pada kenaikan harga. Sementera untuk mampu bersaing pada Asean Community 2015, idealnya dwelling time dapat ditekan menjadi 2 (dua) hari. Selanjutnya dukungan koordinasi antar intasnsi yang terkait, dipelabuhan harus integrasi dengan baik. Demikian disampaikan oleh Pelaksanaan Harian Kepala Badan Litbang  Wendy Aritenang, Ph.D. dalam Round Table Discussion Badan Litbang Perhubungan,  Kamis (5/9) di Jakarta.

Namun demikian, lanjut Wendy pemerintah harus dapat memberikan kepastian kepada pemilik barang karena kenyataannya proses pengeluaran barang di  Pelabuhan  Utama, terutama Pelabuhan Tanjung Priok belum berjalan sebagaimana harapaan dari dunia usaha. Kondisi tingkat isian lapangan penumpukan atau Yard Occupancy Ratio (YOR) di Pelabuhan Tanjung Priok sudah diatas 100 persen, dimana terjadi penumpukan dan kondisi waktu tunggu yang buruk akan Jika kondisi tersebut dibiarkan cukup lama maka akan terjadi kongesti (kemacetan).

Sementara, Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, Sahat  mengatakan,penyebab terjadi tingginya dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok antara lain : Pertumbuhan kegiatan  di pelabuhan Tanjung Priok yang cukup tinggi (Ocean going    : ± 21 %/tahun. Dan Domestik    : ± 23 %/tahun),  Belum siapnya infrastruktur dan suprastruktur, Kualitas SDM yang masih kurang (Operator Alat Bongkar Muat, Tenaga Pemeriksa Bea Cukai, Tenaga Pemeriksa Karantina), Sistem Risk Management dan Metode Pemeriksaan barang yang belum optimal, Tempat Pemeriksaan fisik Terpadu (TPFT) yang belum berjalan baik dan ulah para pemilik barang/importir terkesan menjadikan pelabuhan sebagai tempat penimbunan barang.

Menurut Sahat,  Kemenhub  telah melakukan kebijakan dalam penurunan dwelling time dipelabuhan dengan  dikeluarkannya Keputusan Dirjen Perhubungan Laut   Nomor  UM.02/38/18/DJPL-11  Tentang  Standar  Kinerja Pelayanan Operasional Pelabuhan.

Sahat menambahkan upaya lanjutan telah dilakukan  Otoritas Pelabuhan dalam rangka menindaklajuti Pengaturan tata tertib kontainer di pelabuhan antara lain: Terhadap kontainer kosong tidak boleh disimpan didalam area pelabuhan dan harus disimpan di depo di luar pelabuhan, kecuali kontainer yang siap untuk dikapalkan, terhadap kontainer yang belum SPPB harus dilakukan Pemindahan Lapangan Penumpukan (PLP) ke  Lini ll di dalam atau di luar pelabuhan setelah ditumpuk selama 8 hari dan/atau YOR telah mencapai 65%, Terhadap kontainer yang sudah SPPB  harus di pindahkan keluar dari pelabuhan yang bukan TPS atau dapat dipindahkan ke lokasi lain yang ditunjuk oleh terminal.

Sahat juga mengungkapkan, pihaknya segera melakukan peningkatan Sarana/Prasarana Pelabuhan diantaranya : mendorong para pemilik/wakil pemilik barang untuk memanfaatkan gudang dan atau Depo di luar Pelabuhan Tanjung Priok (KBN, CDP dan swasta lainnya) agar YOR dan Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok dapat ditekan, mendorong Otomasi Post Customs Clearance melalui penggunaan Autogates System, i-CaRes dan Otomasi DO secara B2B di semua terminal di Pelabuhan Tanjung Priok, meningkatkan Efektivitas TPFT, diusulkan agar TPFT bisa dimanfaatkan secara bersama-sama antara karantina dan bea cukai, dalam 1 waktu pemeriksaan oleh berbagai institusi dan diharapkan bea cukai dan karantina menyusun SOP-nya agar proses pemeriksaaan bisa cepat terlaksana, hal ini bisa menekan waktu pemeriksaan dan cost logistic, menata TPS dengan Zonasi agar dermaga tidak dijadikan TPS karena dermaga merupakan tempat bersandar kapal dan kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal dan bukan tempat penimbunan barang walaupun sifatnya sementara (TPS), Mendorong semua terminal di Pelabuhan Tanjung Priok agar meningkatkan investasinya melalui penambahanan suprastruktur diperlukan, antara lain Penambahan Luas Lapangan Penumpukan (CY), Akses Jalan, Alat Bongkar Muat (RTG, Crane, Truck dan Timbangan) secara proporsional agar dapat mencapai produktivitas sesuai yang ditetapkan dalam SK Dirjen Hubla tentang Standar Kinerja Pelayanan Operasional Pelabuhan dan Melakukan pengaturan dan Penyempurnaan traffic management di dalam Pelabuhan melalui Pengaturan lalu lintas truk/multimoda sesuai dengan ketersediaan barang angkutan termasuk melakukan pengkajian terhadap kemungkinan larangan kendaraan umum di Pelabuhan.

Sementara itu, Direktur Indonesia Port Corporation (IPC), Cipto Pramono, dalam kesempatan tersebut menyampaikan bebrapa rekomendasi untuk menurunkan tingkat dwelling time di pelabuhan antar lain : Memindahkan longstay container ke KBN Marunda atau TPP Cikarang, Memindahkan container berstatus SP2B ke TPS di dalam Pelabuhan Tg Priok, Menambah jumlah lapangan dengan status TPS di lini 2 Pelabuhan Tg Priok, Melakukan monitoring dan koordinasi mengenai traffic management disepanjang lokasi proyek pembangunan jalan tol Tg Priok, Mengoptimalkan operasi 24/7 ke semua pihak, Menambah jumlah importir yang berstatus MITA/prioritas, Memberikan sanksi yang lebih tergas terhadap importir MITA/prioritas yang melanggar, ,Memperbaiki kinerja dan proses kegiatan pemeriksaan fisik petikemas, Menyiapkan sispro terpadu untuk proses pemeriksaan barang TPFT, Memberikan kewenangan kepada Terminal Operator untuk memindahkan container yang berstatus SP2 /SP2B dan mengendap lebih dari batas waktu penumpukan pada kondisi YOR telah melebihi 65% ke lapangan penumpukan dengan status TPS/Non TPS dan Mengoptimalkan Cikarang Dry Port, yang saat ini masih memiliki kapasitas yang memadahi. (TRI)

Jajak Pendapat

Kementerian Perhubungan RI

Bagaimana proses pelayanan pengaduan di Kementerian Perhubungan?

Memuaskan Kurang Memuaskan Tidak Memuaskan
  MENU