3171 x Dilihat
BUTUH KETERPADUAN LANGKAH UNTUK MEMECAHKAN PERMASALAHAN PEMUDIK DENGAN SEPEDA MOTOR
(Semarang, 24/8/2012) Untuk mengurangi masyarakat yang menggunakan sepeda motor sebagai angkutan untuk mudik berlebaran , diperlukan keterpaduan langkah berbagai pihak. Ketika ditemui www.dephub.go.id di Stasiun Kereta Api Tawang Semarang Jum’at 24/8, pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai positif langkah yang dilakukan Kementerian Perhubungan untuk mengangkut pemudik yang menggunakan sepeda motor dengan kapal laut ataupun truk. Namun Djoko menambahkan perlunya langkah-langkah terobosan yang dilakukan berbagai pihak yang terkait, jika memang sungguh-sungguh menginginkan berkurangnya pemudik yang menggunakan sepeda motor di masa mendatang.
Secara khusus Djoko yang juga dosen Fakultas Teknik UNIKA Soegijapranata itu menyoroti kebijakan industri sepeda motor di Indonesia yang justru mendorong produksi sepeda motor dengan cc besar (100 cc ke atas). Kebijakan ini disambut kalangan industri sepeda motor dengan terus memproduksi sepeda motor dengan karakteristik mampu dipacu dalam kecepatan tinggi. Bahkan tenaga mesin dan kemampuan untuk berkecepatan tinggi ini menjadi faktor dominan materi iklan yang gencar mereka siarkan melalui berbagai media massa untuk menarik konsumen. “Bagaimana mengharapkan masyarakat tidak menggunakan sepeda motor untuk ke luar kota kalau mereka disodori produk sepeda motor dengan kemampuan seperti ini dan harga yang terjangkau,” kata Djoko.
Menurut Djoko di luar negeri sepeda motor untuk pemakaian sehari-hari umumnya hanya diproduksi dengan cc terbatas maksimal 70 cc, sehingga jelas tidak mungkin digunakan untuk jarak jauh. Memang ada pula produksi dengan cc besar 250 cc ke atas namun sepeda motor seperti ini di luar negeri pun umumnya kepemilikannya terbatas, dan di jalan raya diperbolehkan mengakses jalan tol. “Saya masih ingat dahulu sepeda motor bebek di Indonesia itu diproduksi dengan kapasitas mesin hanya 70 cc, iklannya pun tidak ada kebut-kebutan. Beda dengan sekarang walaupun motor bebek tapi iklannya pun kebut-kebutan, karena mesinnya memang lebih besar,” tambah Djoko.
Selain itu Djoko juga mengingatkan pentingnya regulasi untuk membatasi sepeda motor. Menurutnya tidak ada alasan tidak mungkin untuk merumuskan regulasi yang tegas guna membatasi pemakaian sepeda motor. “DI luar negeri bisa, mengapa kita tidak bisa,” sambung Djoko. Lebih lanjut Djoko juga mendorong perlunya dirumuskan peraturan perundangan yang tegas membatasi penggunaan sepeda motor. “Untuk saat ini saya berharap aturan yang sudah ada untuk menertibkan sepeda motor jangan ragu-ragu untuk ditegakkan, misalnya sepeda motor yang ditumpangi lebih dari 2 orang jelas seharusnya petugas bisa menindaknya , “ kata Djoko.
Sisi lain yang dicermati Djoko untuk mengurangi pemudik yang menggunakan sepeda motor adalah peran Pemerintah Daerah (Kota/Kabupaten) untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas transportasi perkotaan mereka. “Saya kira salah satu hal yang mendorong orang mudik menggunakan sepeda motor karena transportasi publik lokal di daerah tujuan mereka tidak memadai. Kondisi ini menyulitkan mereka untuk melakukan mobilitas di daerahnya sementara yang namanya berlebaran pasti membutuhkan mobilitas tinggi ke sana sini, akhirnya mereka memutuskan membawa kendaraan pribadi dari daerah asal,” jelas Djoko. Menurut Djoko peran pemerintah daerah sejauh ini tidak signifikan dalam upaya meningkatkan transportasi perkotaan di daerahnya. “Jika hal ini terus terjadi saya kira Pemerintah Pusat yang setiap tahun terus berusaha meningkatkan kemampuan transportasi publik untuk mendukung angkutan lebaran tidak akan berdampak optimal, karena masyarakat menilai buat apa memanfaatkan transportasi publik jika sesampai di daerah tujuan mereka kesulitan alat transportasi untuk mobilitas lokal mereka?” sahut Djoko.
Meski memberikan apresiasi terhadap kemajuan-kemajuan dan perbaikan pelayanan yang dilakukan Pemerintah Pusat, Djoko juga memberikan kritik tentang masih perlunya pembenahan di angkutan jalan (bus Antar Kota Antar Propinsi/AKAP). “ Tahun ini Pemerintah Pusat saya kira sudah cukup maksimal, pelayanan angkutan udara, laut dan perkeretaapian cukup baik. Bahkan pelayanan kereta api jauh lebih baik, sejauh saya amati banyak penumpang yang merasakan hal itu. Yang namanya kereta api ekonomi tidak ada itu yang namanya jejal-jejalan, apalagi yang naik melalui jendela. Penumpang kereta api kelas ekonomi sudah merasakan kenyamanan,” papar Djoko.
Untuk angkutan bus AKAP khususnya untuk kelas ekonomi, Djoko meminta Organda agar lebih serius membenahi pelayanan. “Kalau mereka ingin masyarakat menggunakan bus mereka, tentunya mereka harus meningkatkan pelayanan, jangan sampai malah masyarakat dikerjain dengan menaikkan harga tiket di perjalanan, sehingga membuat masyarakat malas untuk naik bus AKAP,” kata Djoko. Sejauh pengamatan Djoko belum sepenuhnya ketentuan untuk mencantumkan harga tiket untuk bus ekonomi dipenuhi oleh operator, masih saja ada operator yang nakal. “Dari tahun ke tahun ada saja operator yang nakal, dan sebetulnya ya itu-itu saja, Pemerintah juga harus lebih tegas mengenakan sanksi ” kata Djoko.
Perbaikan pelayanan menurut Djoko merupakan salah satu hal penting untuk menarik perhatian pemudik yang menggunakan sepeda motor untuk beralih ke bus AKAP ekonomi. Selain itu pemanfaatan bus pariwisata untuk angkutan cadangan yang sebetulnya merupakan langkah positif juga perlu dievalusi, khususnya menyangkut kejelasan tarif. Kenyataan di lapangan seperti yang diamati Djoko bus pariwisata ini seringkali tidak jelas mengenakan tarif pada penumpang. “Susahnya sebagian besar dari angkutan wisata ini bukan anggota Organda,” kata Djoko. (BRD)