Biro Komunikasi dan Informasi Publik - Kamis, 20 Mei 2010

6089 x Dilihat

SOSIALISASI UU PERKERETAAPIAN HARUS MENJANGKAU PEJABAT HINGGA DI DAERAH

(Jakarta, 19/05/2010) Segenap pejabat mulai dari Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah di seluruh tanah air diharapkan memiliki pemahaman dan pengetahuan tentang aturan perundangan perkeretaapian yaitu UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan PP no. 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian serta PP No. 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api. Penegasan tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan dalam sambutannya yang dibacakan oleh Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan Zulkarnain Oeyoeb pada Pembukaan “Sosialisasi Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2007, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009, dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009”  di Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Rabu (19/05).

Menurut Tatang, yang harus mengerti dan memahami aturan perundangan perkeretaapian tidak cukup hanya operator tetapi juga para pejabat dari mulai tingkat pusat dan daerah, apabila menginginkan transportasi perkeretaapian dapat tumbuh di segenap wilayah. Seperti diketahui memang semangat yang tertuang dalam UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, mengedepankan peran swasta dan daerah dalam rangka pengembangan transportasi perkeretaapian. Untuk itu tanpa adanya pengetahuan yang memadai di kalangan pejabat hingga ke tingkat pemerintah daerah,sulit untuk mewujudkan peran daerah yang lebih menonjol dalam pengembangan transportasi perkeretaapian.

Lebih lanjut Tatang memaparkan bahwa Kereta api merupakan moda transportasi dengan multi keunggulan komparatif, hemat lahan dan hemat energi, rendah polusi, bersifat massal, adaptif dengan perubahan teknologi yang memasuki era kompetisi. Selaras dengan hal itu, Undang-Undang Perkeretaapian mengamanahkan perkeretaapian diselenggarakan dengan tujuan untuk memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman, nyaman, cepat dan lancar, tepat, tertib dan teratur, efisien, serta menunjang pemerataan, pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional. Oleh karena itu potensi penggunaan kereta api diharapkan menciptakan keunggulan kompetitif terhadap produksi dan jasa domestik di pasar global sehingga menunjang pertumbuhan ekonomi nasional.

Pada kesempatan tersebut Tatang juga menjelaskan, terdapat 12 pokok-pokok pikiran dalam penyusunan UU No.23 Tahun 2007. Hal tersebut mencakup keterbukaan dalam penyelenggaraan perkeretaapian, anti monopoli, peran serta swasta dan masyarakat, globalisasi, otonomi daerah, keterbukaan dalam kebijakan perkeretaapian, pelayanan perkeretaapian umum, perlindungan konsumen, tarif, perizinan, pemenuhan hak penyandang cacat, perkembangan teknologi komunikasi. Prasarana perkeretaapian umum yang ada pada saat berlakunya peraturan pemerintah ini, baik yang beroperasi maupun yang tidak beroperasi, merupakan milik negara yang terdiri atas kekayaan negara yang tidak dipisahkan dan kekayaan negara yang dipisahkan.  Angkutan kereta api terdapat tiga hal pokok dan mendasar yang harus dijadikan perhatian utama yang berkaitan erat dengan upaya peningkatan keselamatan tersebut antara lain kondisi sarana dan prasarana, manajemen operasi, dan profesionalisme sumber daya manusia. PP No. 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian berisi tentang penjabaran mengenai Prinsip Lalu Lintas Kereta Api, Kecepatan dan Frekuensi Kereta Api, Pengaturan Perjalanan Kereta Api sampai Persiapan Perjalanan Kereta Api. (ARI/BRD)
 

Jajak Pendapat

Kementerian Perhubungan RI

Bagaimana proses pelayanan pengaduan di Kementerian Perhubungan?

Memuaskan Kurang Memuaskan Tidak Memuaskan
  MENU