6357 x Dilihat
PILOT PROJECT SERPONG LINE STARTS THIS YEAR
(Jakarta, 10/2/2011) Pilot project Lintas Serpong Tanah Abang-Manggarai (Serpong line), akan mulai dilaksanakan tahun ini. Project yang membutuhkan biaya kurang lebih 1.5 triliun rupiah ini direncanakan membutuhkan waktu satu tahun untuk pelaksanaannya. “Ini membutuhkan sinergi perencanaan dan pembangunan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah serta Sektor Swasta,” ujar Iskandar Abu Bakar, anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta yang juga mantan Dirjen Perhubungan Darat saat diskusi tentang Implementasi Integrasi Angkutan Umum Berbasis Rel dengan Pilot Project Serpong Line di Kementerian Perhubungan RI pada Kamis, (10/2).
Serpong Line ini didesain memiliki track sepanjang 24 km dari Stasiun Serpong sampai Tanah Abang dan ditambah 5 km menuju Stasiun Manggarai yang meliputi 10 stasiun dari Serpong ke Tanah Abang dan ditambah 4 Stasiun dari Tanah Abang ke Manggarai serta masih perlu ditambahkan beberapa stasiun tambahan dengan spacing minimal 1000 m dan maksimal 2000 m untuk meningkatkan aksesibilitas. Selain itu kesiapan lain yang dibutuhkan adalah sarana prasarana untuk menunjang pilot project ini, antara lain: park and ride di Stasiun Rawa Buntu, double track, stasiun serta rute / halte busway.
Jalur Serpong Line yang semula memiliki frekuensi 20 menit sekali dapat ditingkatkan menjadi 6 menit bahkan 3 menit sekali jika masalah level crossing dapat diatasi. Karena kapasitas angkut dapat besar jika dioperasikan dengan frekuensi pelayanan yang tinggi atau headway yang pendek. Jika hal tersebut terlaksana maka akan terjadi peralihan dari pengguna kendaraan pribadi kepada angkutan umum kereta api ini.
Dasar pemikiran rencana strategis pembangunan Serpong Line ini karena Jumlah penumpang yang tinggi pada daerah Kota Satelit Serpong, Bumi Serpong Damai/BSD, Bintaro Jaya, kawasan perdagangan Tanah Abang, kawasan Perkantoran Sudirman dan Kawasan TOD Dukuh Atas serta untuk meningkatkan potensi perkembangan wilayah-wilayah tersebut.
“Perlu dilakukan revitalisasi angkutan umum massal dikawasan Jabodetabek dan pembangunan infrastruktur kereta api jabodetabek dengan cara optimalisasi existing kereta api sub urban yang ada di daerah tersebut dan diharapkan serpong line ini dapat mengalihkan penumpang pengguna kendaraan pribadi kepada kereta api dengan kapasitas 20.000-70.000 ribu penumpang kalau pada frekuensi yang sangat rendah sekalipun jalur tetsebut sudah sangat bermanfaat” tambah Iskandar.
Selain itu permasalahan kemacetan lalu lintas di kawasan Jabodetabek mengakibatkan kerugian finansial dengan estimasi total mencapai Rp 28,1 triliun, yaitu pada sektor kerugian bahan bakar yang bisa menghabiskan hingga Rp 10,7 triliun per tahun, kerugian waktu produktif warga negara yang diperkirakan mencapai Rp 9,7 triliun per tahun, kerugian di sektor kesehatan, yaitu sebanyak Rp 5,8 triliun per tahun serta kerugian yang diderita pemilik angkutan umum yang mencapai Rp 1,9 triliun per tahun juga menambah alasan harus segeranya dilakukan revitalisasi angkutan umum massal dikawasan Jabodetabek.
Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Azas Tigor Nainggolan menilai revitalisasi angkutan umum, termasuk Kerata Api ini sudah sangat mendesak. “Penanganan kemacetan ini tidak bisa dibebankan pada pemerintah daerah saja, tetapi harus melibatkan berbagai unsur,” katanya.
Kementerian Perhubungan dalam hal ini Direktorat Jenderal Perkeretaapian bertugas untuk melakukan penyempurnaan infrastruktrur KA, termasuk pembangunan stasiun-stasiun baru dan pembangunan short-cut antara Stasiun Palmerah dengan Stasiun Karet. “Dengan shortcut dari Stasiun Palmerah ini bisa langsung ke Stasiun Sudirman. Jadi tidak perlu masuk Stasiun Tanah Abang dulu, ujar Tundjung Inderawan, Dirjen Perkeretaapian. Ditambahkannya lagi “Kita harus saling sinergi dan meningkatkan pelayanan demi kepentingan masyarakat” katanya di akhir diskusi. (YS)