Biro Komunikasi dan Informasi Publik - Rabu, 01 Oktober 2025

174 x Dilihat

Merajut Konektivitas di Provinsi Paling Selatan Indonesia

Dari Sabang Sampe Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote


Kondisi geografis Indonesia sangat istimewa sebagai negara kepulauan, memiliki lebih dari 17.000 pulau, dengan luas wilayah 1,9 juta km2, dengan jumlah penduduk lebih dari 280 juta jiwa serta 1300 suku dengan ragam adat istiadat memerlukan konektivitas untuk merajut kemajemukan tersebut. Hal ini untuk memastikan mobilitas orang dan barang yang lancar, terjangkau, dan berkeadilan. Transportasi yang aman, efisien, dan inklusiff dapat meningkatkan perekonomian, mengurangi kesenjangan antar wilayah, mengurangi disparitas harga, membuka potensi dan peluang usaha terutama di wilayah terpencil, tertinggal, terluar, dan perbatasan (3TP).

“Transportasi bukan hanya urusan mobilitas melainkan juga instrumen keadilan sosial yang menentukan akses masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan, pangan, dan kesempatan ekonomi, kata Menhub Dudy Purwagandhi, Senin (22/9).

Peningkatan konektivitas antar wilayah yang menjadi tulang punggung bagi masyarakat di daerah 3 TP meliputi sektor darat, laut, udara, dan perkeretaapian. Di sektor darat, layanan perintis meliputi pelaksanan angkutan lintas batas negara, subsidi angkutan orang, barang, dan penyeberangan, serta modernisasi layanan angkutan perkotaan. Di sektor laut, layanan perintis meliputi layanan kapal angkutan laut perintis penumpang dan barang, penyelenggaraan Public Service Obligation (PSO) bidang angkutan laut, layanan rede transport, serta layanan kapal khusus ternak. Sedangkan di sektor udara meliputi layanan penerbangan perintis dan jembatan udara. Sektor perkeretaapian juga terus mengembangkan jaringan kereta api di Indonesia seperti penyelenggaraan kereta perintis maupun PSO.

Kali ini, tim berkesempatan mengunjungi provinsi paling selatan Indonesia yaitu Nusa Tenggara Timur yang terkenal dengan keindahan alam dan pantainya yang eksotik, termasuk budaya dan tradisi seperti kain tenun, kerajinan kayu cendana, dan makanan khas seperti se'i sapi, kopi Bajawa, dan kacang-kacangan.


NTT merupakan wilayah kepulauan yang terdiri dari 624 pulau dengan luas wilayah mencapai 47.931,54 km2. Kondisi geografis berbatasan darat dengan Republik Demokratik Timor Leste dan dipisahkan oleh laut dengan Australia di wilayah Selatan. Menurut data Badan Pusat Statistik yang dirilis pada Maret 2025, Provinsi Nusa Tenggara Timur menempati urutan ke-6 sebagai provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 1.088.780 orang dengan presentase 18,6%.


Sebagai gerbang aksesibilitas Provinsi NTT, kami tiba di Bandara El Tari Kupang sekitar pukul 09.00 WITA. Terlihat para penumpang yang baru mendarat maupun akan berangkat ke tujuan masing-masing memenuhi ruang terminal Bandara.Dengan penerbangan perintis, maka konektivitas penumpang antar wilayah menjadi lebih cepat, mudah, dan efektif.

Tercatat, rute penerbangan perintis yang Provinsi NTT yaitu :

    1.Kupang (Bandara El Tari) – Pulau Pantar, Alor (Bandara Pantar) – Kupang

    2.Waingapu (Bandara Umbu Mehang Kunda Mauhau) – Sabu Raijua (Bandara Tardamu) – Waingapu

    3.Waingapu – Ruteng (Bandara Frans Sales Lega) – Waingapu

    4.Waingapu – Labuan Bajo (Bandara Komodo) - Waingapu

    5.Sabu Raijua (Bandara Tardamu) – Ende (Bandara H. Hasan Aroeboesman) – Sabu Raijua

Susi Air, sebagai operator yang melayani rute penerbangan perintis menggunakan pesawat jenis Cessna Grand Caravan C208 dengan kapasitas maksimal 12 orang penumpang. Tarif yang harus dibayar penumpang juga lebih terjangkau dengan penerbangan perintis. Misalnya tarif penerbangan Sabu – Ende dibanderol Rp. 353.560,-. Adapun rute perintis Kupang – Pantar sekitar Rp. 454.620 dan Pantar Kupang sekitar Rp. 399.620.

Septenius Bule Lego, penumpang Susi Air dari Bandara Sabu menuju Kupang yang berprofesi sebagai ASN di Kabupaten Sabu Raijua mengatakan dirinya memilih transportasi udara karena pertimbangan jadwal yang lebih pasti dan tepat waktu. Dirinya juga cukup puas dengan layanan penerbangan perintis yang menjangkau hingga pelosok NTT. Lebih lanjut, ia menyampaikan rute perintis di NTT telah membuka keterisolasian wilayah, mempercepat waktu tempuh, dan dibilai lenih efisien dalam menjalankan tugas.

“Sebagai warga asli Sabu, sangat berterima kasih karena adanya penerbangan dari Sabu ke Ende, terlebih dengan subsidi dari Kemenhub. Harapan kedepannya, agar nanti penerbangan yang tadinya perintis kalau ramai bisa lebih banyak digunakan masyarakat,” ujar Septe.

Transportasi Laut Perintis Menjangkau Hingga Maluku Barat Daya

Sebagai wilayah kepulauan, transportasi laut dan penyeberangan menjadi andalan bagi masyarakat NTT baik untuk mobilisasi penumpang dan barang antar pulau dan antar provinsi, menggerakkan roda perekonomian, dan meningkatkan potensi asli daerah.

Kepala KSOP Kelas III Kupang Simon Baon mengatakan profil penumpang yang menggunakan angkutan laut perintis di pangkalan Kupang merupakan masyarakat golongan ekonomi menengah kebawah maupun pengusaha UMKM.

Simon menambahkan angkutan perintis laut menjadi moda utama konektivitas NTT karena kondisi geografis NTT sebagai provinsi yang daratannya terdiri dari pulau – pulau, pantai, dan laut. “Sebagai contoh, Pulau Ndao yang menjadi pulau paling Selatan NTT itu sangat mengandalkan angkutan perintis laut, karena kapal perintis menjadi transportasi satu-satunya yang menghubungkan dengan Kupang untuk penyedian logistik, bahan sembako,dll, “ ujarnya.

Tidak hanya menjadi andalan masyarakat NTT, trayek angkutan laut perintis menjangkau hingga Pulau Sumba, Nusa Tenggara Barat hingga Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku. “Secara geografis, pemenuhan kebutuhan sehari-hari masyarakat Kabupaten Maluku Barat Daya sangat tergantung dengan kapal perintis dari pangkalan Kupang karena lebih dekat dibandingkan dengan pelabuhan di Provinsi Maluku,” jelas Simon.

Adapun jenis barang yang diangkut dari Pelabuhan Tenau (Kupang) mencakup kebutuhan sembako, sandang, dan lainnya. Sedangkan dari pulau-pulau (dalam Provinsi NTT) menuju Kupang sebagai daerah sentra produksi seperti kopra, kemiri, ikan laut segar, maupun hasil pertanian. Ada juga bahan untuk produksi UMKM seperti kayu cendana dari Pulau Timor maupun gaharu dari Pulau Sumba.

Angkutan laut perintis di Kupang dilayani dengan empat armada yaitu KM Sabuk Nusantara 38, 55, 90, dan 108 dengan melayani rute perintis meliputi :

    1.KM Sabuk Nusantara 38 melewati trayek PP Provinsi NTT hingga Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku yaitu Kupang – Kalabahi – Lirang _ Ilwaki – Pulau Kisar – Leti – Kaiwatu/Moa – Tepa – Kroing – Saumlaki, Kabupaten Maluku Barat Daya;

    2.KM Sabuk Nusantara 55 melayani trayek PP dari Provinsi NTT hingga Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu Kupang – Wulandoni – Mananga – Maumere – Palue – Marapokot – Reo – Labuan Bajo - Bima, NTB;

    3.KM. Sabuk Nusantara 90 melayani trayek antar pulau pulang pergi Provinsi NTT yaitu Kupang – Ndao Ndao – Seba – Raijua – Ende Ippi – Pulau Ende – Maumbawa – Waiwole – Mamboro – Waingapu;

    4.KM. Sabuk Nunsantara 108 melayani trayek kepulauan Provinsi NTT pulang pergi yaitu Kupang – Naikliu – Menanga – Lewoleba – Balauring – baranusa – Kalabahi – Atapupu.

Selanjutnya, tim menemui penumpang kapal yang akan berangkat dari Pelabuhan Tenau. Maria Erostina, guru SD yang mengajar di Kupang sangat mengandalkan kapal laut untuk pulang ke kampung halamannya di Maumere (Pulau Flores). “Sangat mengandalkan (kapal laut), apalagi sekarang fasilitasnya sudah jauh lebih bagus, nyaman, cepat. Harganya dari dulu sampai sekarang juga ga naik jauh ke Maumere,” ujar Maria.

Angkutan laut perintis juga menjadi andalan masyarakat NTT dalam memenuhi kebutuhan pokok dan mengurangi disparitas harga. Antonius, pedagang sembako yang sedang melakukan proses muat barang dari Pelabuhan Tenau Kupang mengatakan dirinya lebih memilih untuk menggunakan kapal perintis sehingga ongkos barang yang dijual kembali lebih murah dibandingkan jika menggunakan kapal swasta. Ia mengangkut barang kebutuhan seperti mie, beras, terigu, biskuit, dan lainnya yang dibeli dari Kupang untuk dijual kembali ke Pulau Muang (NTT), Pulau Lirang (Kab. Maluku Barat Daya, Maluku), hingga Saumlaki (Prov. Maluku).

“Kalau tarif barang yang diangkut kapal perintis menggunakan volume (kubikasi) jadi ongkosnya murah, sedangkan kalau tidak disubsidi itu dihitung berdasarkan trayek dan harga jualnya jadi mahal, susah dibeli lagi oleh masyarakat di pulau-pulau. Saya harap kedepannya, subsidi kapal ini terus ada sehingga harga barang bisa terjangkau masyarakat kepulauan,” tutup Antonius.

Selain mengangkut penumpang dan barang, Pelabuhan Tenau juga melayani kapal ternak untuk memenuhi distribusi daging sapi menuju Pulau Jawa dan Kalimantan (Banjarmasin, Samarinda). Program pengoperasian kapal khusus angkutan ternak merupakan implementasi dalam mendukung pemenuhan ternak dari daerah sentra produksi ternak ke wilayah konsumen sehingga biaya pengoperasiannya masih mendapatkan subsidi dari pemerintah.

Terdapat 5 kapal ternak dari Pelabuhan Tenau yaitu KM. Camara Nusatara 1 rute Kupang – Tanjung Priok – Pelabuhan Panjang, dan KM. Camara Nusatara 2,4,5,6 melayani hingga ke Samarinda dan Banjarmasin. Tercatat, hewan ternak seperti sapi yang telah diangkut melalui pangkalan Kupang sebanyak lebih dari 19 ribu ekor (hingga Agustus 2025).

Sejalan dengan angkutan laut perintis penumpang, barang, maupun kapal khusus ternak yang menjadi tulang punggung mobilisasi, transportasi penyeberangan menjadi tumpuan bagi masyarakat NTT agar terhubung dengan wilayah dalam satu provinsi. Adapun rute angkutan penyeberangan perintis yang dilayani di wilayah NTT antara lain Bolok – Hansisi, Larantuka – Pulau Solor, Sabu – Raijua.

Merajut Konektivitas dengan Bus Perintis dan Angkutan Lintas Batas Negara (ALBN)


Selanjutnya, transportasi perintis darat juga sebagai penunjang aktivitas masyarakat di wilayah NTT hingga perbatasan. Bus perintis NTT melewati Terminal Tipe A Bimoku, Kupang serta dilayani oleh operator Damri dan Sinarjaya dengan rute wilayah Kupang dan Rote (Damri); wilayah Kupang dan Rote (Sinar Jaya); Ende (Damri); Kefamenanu (Damri); Waingapu (Damri). Hingga bulan Juli 2025, tercatat bus perintis di 5 lintasan tersebut memiliki load factor 24,75% dengan ritase 2.683.

Tim juga mencoba layanan bus perintis rute Kupang – Soe – Ayatupas yang dikendarai oleh Yuna. Yuna mengatakan hambatan selama menjadi pengemudi bus perintis adalah kondisi jalan rusak sehingga waktu tempuh bisa mencapai sekitar 5 jam perjalanan.

“Biasanya ramai penumpang yang menggunakan angkutan bus perintis untuk acara keagamaan, jual beli pasar yang diadakan seminggu sekali. Tarif yang berlaku dari Rp 30.000 hingga Rp 70.000, “ tutup Yuna.

Selanjutnya, sebagai komitmen pemerintah dalam mendorong aksesibilitas masyarakat di perbatasan, pelaksanaan layanan bus Angkutan Lintas Batas Negara (ALBN) menjadi wujud konkret bagi provinsi NTT yang berbatasan darat Republik Demokratik Timor sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut dengan meningkatkan akses pasar, menyediakan lapangan kerja, dan meningkatkan investasi.

Layanan bus ALBN di Kupang melayani rute Terminal Bimoku Kupang – Soe – Kefamenanu – PLBN Motaain – Dili (Timor Leste). Adapun operator yang melayani dari Indonesia yaitu Perum Damri dan PO Bagong Transport, sementara dari Timor Leste yaitu Hamutuk Babadok Translog, LDA. Tarif yang dikenakan untuk angkutan antar negara ini berkisar antara Rp. 350.000 hingga Rp 375.000. Dari Terminal Bimoku Kupang, bus berangkat maksimal pukul 07.00 WITA dan menempuh waktu perjalanan sekitar 12 jam hingga mencapai perbatasan Timor Leste.

Kami menemui Catarina, penumpang bus ALBN asal Timor Leste yang baru tiba di Terminal Bimoku. Ia mengatakan datang ke Kupang untuk keperluan berobat sembari jalan- jalan bersama keluarga. “Harapan kedepannya, layanan bus antar negara ini semakin ditingkatkan, kemudian semakin diperhatikan keselamatan selama perjalanan karena banyak tikungan, “ tutup Catarina.

Lebih lanjut, Kepala BPTD Kelas II Provinsi Nusa Tenggara Timur, Robert N.I. Tail mengatakan Kemenhub terus berupaya meningkatkan layanan angkutan darat terutama bus perintis di NTT. “Saat ini, bus perintis sudah ada 2 operator Damri dan Sinar Jaya sehingga harus terus berbenah meningkatkan kualitas sarana agar pelayanan dari subsidi yang diberikan lebih maksimal,” ujar Robert.

Ia menambahkan layanan bus perintis di NTT kedepannya dapat disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat daerah tersebut. “Sarana angkutan darat perintis NTT selain mengangkut penumpang juga dapat dibuat untuk mengangkut barang logistik sehingga memudahkan masyarakat di wilayah kabupaten yang menggunakan dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jadi sarananya bisa dibuat setengah untuk mengangkut penumpang dan setengah lagi untuk memuat barang, menyesuaikan kondisi darat di NTT,” pungkas Robert.

Transportasi tidak hanya sebagai kunci mobilitas kegiatan perekonomian, namun menjadi salah satu unsur pembentuk struktur ruang wilayah. Oleh karena itu, melihat fungsinya transportasi yang ideal berorientasi pada aksesibilitas kegiatan sosial masyarakat baik dalam wilayah maupun keluar wilayah. (AH-HG-ME-ETD)

Jajak Pendapat

Kementerian Perhubungan RI

Bagaimana proses pelayanan pengaduan di Kementerian Perhubungan?

Memuaskan Kurang Memuaskan Tidak Memuaskan
  MENU